Rasanya sudah lamammmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmmma sekali dech ngga merhatiin
isi my blog gara-gara asyik dengan
kesibukan baru plus karena badan emang lagi kagak fits 100%. Yeah, sebenernya
kemarin pingin banget lagsung update my story karena aku punya beberapa kisah
dari perjalanan keren yang sudah seminggu kemarin berlalu, yaaaa… tapi karena
kesibukan baru yang jauh dari aktivitas kantor biasanya, jadi agak keteteran
juga. Sebelum kecerita inti, aku pingin kasih tau dulu nich, kemarin-kemarin
kan aku sempet banget bosen sama jobdesk dan kerjaan sebagai admin, so akhinya nekat
pengajuan mutasi ke jabatan lain, yaitu CS, tapi karena ngga di ACC dengan
alasan yang ngga perlu aku sebutkan, akhirnya aku mencoba bertahan di jabatan
lama, cuman aku minta sama SPV ku untuk merubah posisi/ meja kerja ku,
alhasil…yang biasannya aku standby di lantai 2, kini berada di lantai satu dan
suasana baru pun aku temukan, coz selain dilantai satu itu ngga sumpek, ngga
gerah, ngga panas, ngga gelap, di sini aku plus bisa cuci mata dan bisa bantu
bantu kerjaan CS.. jadi ngga monoton sama kerjaan admin yang kadang suka kadang
duka.
Wellll, cerita curhat curhatannya udah aja….. saatnya mulai bercerita
tentang perjalanan panjang menuju kota 1001 gua, Pacitan. Setelah sebelum sebelumnya
punya rencana piknik ke tanah Pacitan ini selalu gatot alias gagal totat,
akhirnya tanggal 31 januari kemarin, tepat disaat libur hari raya Imlek, aku dan
koko telah siap membuat sebilah rencana itu menjadi kenyataan.
View Perjalanan |
Aku dan koko berangkat dari Boyolali sekitar pukul 9 kurang 10 menit,
jalur yang kami ambil adalah dari Delanggu menuju Cawas (sebenenarnya aku buta
sama jalur ini, karena emang belum pernah tau lokasinya, tapi koko nekad pingin
nyoba, katanya lebih singkat.. ), alhasail kami hanya muter-muter jalan karena
ragu sama jalur mana yang harus kami ambil, padahal tuch koko udah bawa peta
hasil ia ngeprint di googlemap. So, nyerah juga dan kami memilih jalur
Sokoharjo dan lewat Wonogiri kota (Badalahhhhh…. Dari kemarin juga aku udah
bilang lewat Wonogiri aje, susah bener…hahaaaa). Dari Wonogiri kota, kami
memilih akses menuju waduk Gajah mungkur hingga tembus ke
Pracimantoro-Giritontro dan sampailah pada jalan tembus menuju ke Pacitan.
Perjalanan emang terasa jauh, namun tidak membosankan layaknya ke Wonosobo,
jalan yang kami lalui tidak selamanya mulus, banyak jalan-jalan yang berlubang
dan ukuran jalan yang relatif sempit serta medan yang agak susah dilalui, kanan
kiri pemandangan kami dihibur dengan gunung dan hutan hijau, hal ini lah yang
membuat aku justru tertarik dan tidak terasa kantuk sama sekali. Bermodal papan
petunjuk arah, kami sampai kesebuah jalan tikungan yang menunjukkan arah Goa
Gong dan pantai Klayar. Berhubung hari
itu adalah Jumat dan sudah menginjak waktu Sholat Jumat, akhirnya kami berhenti
disebuah masjid dipinggir jalan, sesat kemudian masjid itu ramai dengan para
jamaahnya yang kebanyakan juga berasal dari orang orang wisatawan, uniknya
salah satu wisatawan yang ikut rombongan touring adalah temenku SMP dari Boyolali,
ya Allah, jauh jauh sampai di Jawa Timur, ketemunya orang Boyolali juga.
Pemandangan pantai Klayar dari atas |
Selesai Jumatan, aku dan koko melanjutkan perjalanan ke Pantai Klayar,
kurang lebih masih sekitar 13 km lagi, namun menurutku agak lebih dech. Akses
jalannya setelah sampai di simpang empat Goa Gong sangat sulit untuk dilalui,
jalan yang diaspal cuman selebar 3 meter, kanan kirinya di hiasai gunung kapur
dan lembah. Selama perjalanan aku memperhatikan tidak ada bus yang bisa
melintas di jalan ini, so..untuk para wisatan yang memakai bus pariwisata harus
rela transit di Goa Gong dahulu dan berganti metromini yang sudah ada disana
sebagai sarana trasportasi karena memang medannya sangat rumit. Perjalanan yang
lagi lagi nampak tanpa ujung, namun kali ini banyak kami temui metromini atau
kendaran-kendaraan berlalu lalang, hingga sampailah kami disebuah loket lokasi
pantai Klayar yang hanya Rp. 7000,-. Dari atas sudah nampak jelas pantai nan
ndah dan masih terlihat virgin dan alami, dari kejauhan nampak seperti di
Miami… wwkkkkk!! Maaf Saiya agak lebay dikit nich,,, hehe. Pantai ini terletak di desa Kalak,
kecamatan Doonorojo, Kabupaten Pacitan.
Pemandangan Pantai Klayar |
Sesampai di tempat parkir, menyiapkan diri, dan kami pun turun ke
pantai dan mendekat ke air. Pasir pantai Klayar berupa pasir putih berstruktur
kasar, disekitar pantai belum banyak penjual yang menjajakan makanan, jadi
masih terlihat indah dan alami, ditambah dengan karang besar yang mengelilingi
sekitar pantai… benar-benar perjalanan panjang terbayar dengan sebuah
keindahan.
Disana juga disediakan persewaan ATV yang berminat hendak
berkeliling pantai dengan berATV ria, tapi karena aku ngga bisa, jadi ya
memilih jalan jalan sambil berfoto sampai mati gaya. Disebalah kiri pantai
terdapat sebuah karang besar yang mana para pengunjung bisa naik keatas dengan
izin penjaga pantai, kami hanya dipungut biaya seikhlasnya saja.
Sayangnya saat
itu ombak sedang berada dalam kondisi hati-hati, jadi sesekali kami harus
berhati hati ketika ombak besar datang dan menghantam karang karena bisa jadi
airnya sampai di atas karang, sempat ketika kami naik diatas karang, ombak
besar datang, dan kami dihimbau naik ke atas karang yang lebih tinggi, seruuu
sich, tapi koko ku jadi takut gitu.. trus ngajakin balek ke pinggir pantai..
huft, padahal kan seruuuu.
Karena ombak yang sesekali begitu besar, kami yang
duduk duduk di batu agak jauh dari air, sempat terserang deburan ombak, celana
ku bener-benar basah, untung saja tas dan kamera masih aman. Beberapa
pemandangan yang bisa dinikmati di pantai Klayar ini diantaranya; arang raksasa
mirip Sphinx di Mesir, Seruling
Laut, Air Mancur alami, dan batu karang indah. Ada dua karang tinggi
setinggi pohon kelapa dan menjadi ikon favorit wisatawan. Letaknya ada di sisi
timur. Di balik karang ini, masih banyak lagi terdapat karang yang tak lelah
diterjang ombak Laut Selatan. Dan diantara karang-karang itu, terdapat karang
raksasa yang mirip Tanah Lot. Ada juga sungai-sungai kecil yang bermuara di
Pantai Klayar yang berupa air tawar. Sungai dangkal bisa dilewati dengan jalan
kaki. Kedalamannya ada yang sepaha orang dewasa di beberapa titik.
Setelah nyaris sekiktar 1,5 jam di Pantai Klayar, kami pun memutuskan
untuk kembali ke kota dan mencari penginapan saja disana. Pukul 14.45 kami
meninggalkan Pantai Klayar, dan sepertinya perjalanan kami akan sedikit
terganggu karena info dari penjual somay, sekitar jam 15.00 akan ada rombongan
menteri datang berkunjung, jelas saja saat akan pulang para petugas berseragam
DLLAJL sudah standby mengamankan dan mengevakuasi tempat parkir, yap.. dan
benar..kami pun berpapasan ditengah perjalanan dengan rombongan mobil pejabat
itu, sumpahhhhh…. Ada 20an mobil kayaknya dech.. huft.. setelah rombongan itu
berlalu, kami baru bisa melanjutkan perjalanan, melewati goa Gong yang
rencananya akan kami sambangi besuk sembari pulang.
Sekitar pukul 16.00 kami sampai di Pacitan kota, kami keliling
keliling dari satu hotel ke hotel lain, namun semua sudah penuh, jika ada pun
tinggal yang single or yang vip. Kami bahkan berkeliling hingga ke daerah dekat
pantai Teleng Ria, melewati kediaman rumah Bapak SBY juga.
Tuch looking... kediaman rumah SBY |
Karena tak kunjung
dapat hotel, kami berbalik arah lagi ke pusat kota, hotel Srikandi juga penuh,
kami mencoba ke hotel sebelahnya, bernama Bali Asri, dan untunglah masih masih
ada kamar kosong dan kami pun mendapatkan penginapan. Kami rehat sejenak, kemudian
keluar lagi mencari makan (tentu saja nasi padang yang standar dan menunya
sudah kami hafal), kebetulan banget pas sampai di kota Pacitan, signyal kartu
Isat diHP ku dan HP koko ku menghilang, daripada berasa di dunia lain, aku pun
membeli kartu merah sekedar untuk mengaktfkan whataps dan bbm ku saja, jadi
masih bisa berkomunikasi, eh bener..saat di counter ternyata emang sinyal isat
lagi galau….hehee. Selesai berbelanja.. kami back to hotel lalu mandi, sholat
Maghrib lalu makan dan istirahat. Rencananya malam pingin jalan jalan sekitar
alun alun Pacitan, tapi malah hujan turun, batal dech, akhirnya cuman tiduran
didalam kamar hotel hingga pagi menjelang.
Pacitan, 1 Februari 2014….
Nampang di depan hotel dan taman kota Pacitan |
Mengawali bulan Februari kali ini dengan agenda jalan jalan yang masih
berlanjut, sebenarnya pingin banget jalan-jalan dipagi hari, tapi ternyata
lelah dan kantuk masih saja membuat kami malas beranjak dari tempat tidur,
sekitar pukul 6 pagi aku memutuskan untuk segera mandi, disusul kemudian koko
lalu kami pun hunting sarapan, namun karena masih pagi dan bingung mau beli
makanan apa,, so kami memutuskan untuk mengunjungi pantai Teleng Ria dulu saja,
selagi masih pagi..sepertinya masih sepi dan masih bisa bebas menikmati
pemandangannya. Sebelum melaju ke arah pantai, aku meminta koko melewati
alun-alun Pacitan dan sejenak mengabadikan foto ditaman kota itu, setelah puas…
meluncurlah kami ke Pantai Teleng Ria yang hanya sekitar 5 menit dari pusat
kota.
Memasuki halaman depan pantai, kami diwajibkan membayar retribusi
sebesar Rp. 5000,-/orang serta Rp.2000,- untuk parkir motor. Benarrrr… suasana
pantai masih sepiiiiiiiiiiiiiiii, sayangnya…. Pemandangannya tak seperti yang
aku bayangkan. Pantai ini nampak tenang, entah apa mungkin karena masih pagi…
tapi mungkin juga karena tempatnya landai, tanpa ada karang seperti di pantai
Klayar.
Pemandangannya juga standar pemandangan pantai pada umunya, bagiku
tidak nampak wahhhh… bahkan ditepian pantai banyak kotoran sampah yang
berserakan, tapi bagaimanapun juga.. deburan ombak dan pemadangan hijau dari
dataran tinggi disekitarnya masih memberikan nilai tambah untuk pantai satu
ini, bagaimanapun..sulit menemukan pantai yang berada dekat dengan pusatr
kota..seandainya saja lebih dilengkapi dengan fasilitas yang memadai, mungkin
jauh lebih kereennn.. Oiya, pantai Teleng Ria ini juga terkenal karena banyak
nelayan yang mencari ikan disana, bahkan nampak ada dermaga juga di ujung barat
pantai.
Ombak di Pantai ini memang tidak terlalu besar, maka aman untuk berenang,
bahkan ada beberapa orang yang hoby surfing bisa bermain surfing disini, bahkan
ketika aku disana, ada dua orang pemuda yang tengah berlatih bermain surfing. Semakin
siang, pengunjung mulai ramai, bahkan ketika kami hendak pulang, pantai sudah
dipenuhi rombongan anak-anak SMK yang tengah bergotong royong, sepertinya
mencari bahan bahan buangan yang bisa didaur ulang. Selain itu, di pantai ini
juga banyak penjaja ikan goreng hasil tangkapan para nelayan, pantas saja
sebelumnya temanku pernah bercerita kalau di pantai ini kurang nyaman, karena
agak berbau Amis.. untung saja kami datang dipagi hari.
Setelah puas berfoto ria di pantai kota ini, kami pun kembali ke pusat
kota, berharap menemukan warung nasi Lodo, tapi ternyata tidak ada, dan lagi
lagi.. untuk sarapan kami pun singgah di warung Padang yang sama, bedanya kali
ini kami memilih makan ditempat sebelum kemudian kembali ke hotel
Sekitar pukul 10.00, kami memutuskan untuk cek out dari hotel dan
menuju ke perjalanan terakhir kami di kota Pacitan ini, yaitu ke Goa Gong. Kami
mampir dulu sejenak di pusat oleh oleh dan membeli beberapa makanan ringan
untuk dibawa pulang. Setelah dirasa cukup, perjalanan panjang pun kami
lanjutkan. Kali ini kami memilih melewati jalur yang berbeda dari ketika kami berangkat,
ternyata jalur yang kami ambil adalah jalur bus, pemandangan yang bisa kami
lihat hanyalah lemah dan tebing serta hitan jati, ngeri juga sich..karena
meskipun jalannya sudah bagus, tapi tetap saja sepi.. bahkan sempat ketika
melewati tikungan, aku merasa ada bau bangkai yang sangat menyengat.. pikiran
udah ngga karuan aja tuch, bisa saja kan ada orang jatuh ngga ketauan trus
jasadnya membusuk, sapa yang tau…. Heeeeeeeee. Jalan yang kami lalui cukup
panjang, hingga akhirnya sampailah kami didaerah pemukiman penduduk dan
bertemulah dengan jalan menuju ke arah Goa Gong.
Kami sampai di Goa Gong sekitar pukul 11.00, lokasi Goa Gong tidak
terlalu sulit dijangkau, motor kami masih bisa naik ke parkiran atas. Lokasi
Goa Gong terletk di Desa Bomo, Kecamatan Punung, Donorejo. Untuk retribusi kami
dikenai biaya Rp.5000,-/orang dan Rp.1000,- untuk sepeda motor. Jika ingin
melihat keindahan alam di bawah tanah, maka kami harus rela jalan naik terlebih
dahulu, tidak terlalu jauh sebenarnya, mungkin hanya sekitar 100 meter saja
hingga sampai didepan mulut Goa. Kami masuk bersama dengan beberapa rombongan,
huft..selain gelap…di dalam juga panass sekali, lebih lebih banyak banget orang
yang masuk dan keluar.. melihat pemandangan stalagtit dan stalagmit…
hemmmmm…Subhanallah… keren sangat. Jujur saja, baru kali ini aku masuk kesebuah
objek wisata berupa Goa.
Kami pun menyusuri Goa dengan perlahan, karena koko
juuga mesti bawa tas yang lumayan berat (hemm… harusnya di tempat obyek wisata
iotu ada loker khusus penitipan barang bawaan), setelah puas berkeliling dan
berfoto, kami memutuskan segera untuk keluar dari goa karena terlalu panas dan
sesak dengan wisatwan. Aku sendiri bahkan karena terlalu asyik ngikuti jalan,
sampe nga tau bagian mana sing yang disebut Gong didalam Goa ini, tapi menurut
cerita, goa ini disebut Gong karena ada beberpa bagian pilar atau stalagtit dan
stalagmit nya jika dipukul akan mengeluarkan bunyi gema seperti layaknya Gong,
sayangnya kemarin aku nga sempat membuktikan teori itu…hahaaa (keasyikan foto
foto sampai mati gaya).
Di dalam goa ini terbagi beberapa ruangan yg menyajikan keaneragaman
batuan yg sangat patut di kagumi, mulai dari batu marmer yg bisa tembus cahaya
dan di klaim sebagai batu marmer terbesar dan terindah di asia. Menjulang bagai
pilar2 menyangga langit goa agar tidah rubuh. Ada juga stalagtit &
stalagmit yg bersatu membentuk sebuah batuan lurus menjulang.
Goa ini
juga sudah dilengkapi dengan lampu hias sebagai penerangan dan beberapa kipas
angin sehinga goa nampak lebih terang dan sejuk. Didalam Goa terdapat sendang
kecil atau sejenis mata air yang dipercaya memiliki kekuatan magis, seperti
dianggap sebagai tolak bala, pelancar rejeki dan awet muda. Tapi semua itu
kembali kepada pribadi masing masing saja..hehee
Keluar dari Goa, kami istirahat sebentar di depan parkiran sambil
minum satu buah es Degan, kagtnya saat membayar,, satu Kelapa Muda hijau yang
kami pesan hanya di bandrol dengan harga Rp. 6000,- Busetttttt….. murah bener,
lagian ini di tempat wisata… di Boyolali aja udah nyampe Rp. 7000,- lho..
hemmmm..
Merasa cukup untuk istirahat, kami pun melanjutkan perjalanan pulang
melewati jalur yang sama dengan jalur keberangkatan. Wonogiri-Sukoharjo-Soba-Kartasura-dan
sampailah di Banyudono, Boyolali sekitar pukul 15.00. hemm, capekkk?? Sepertinya
belum terasa capeknya, karena aku cukup puasssss banget dengan perjalan indah 2
hari ke kota Pacitan ini…. Dan aku harus menyiapkan energi baru lagi untuk
melanjutkan touring keesokan harinya, Minggu 2 Februari 2014, dengan tujuan Kemuning
Karanganyar, bersama rekan-rekan kantor Nusapro Boyolali, karena koko capek, so
rencananya aku mau bawa motor sendiri…
Semangt… See Yaaaa di cerita Kemuning Again….
#Forza Inter Milan 1908#
No comments:
Post a Comment