Journey berikutnya yang hendak aku tuangkan dalam cerita ini adalah
perjalananku bersama rombongan kru panitia Wisata ke Borobudur kemarin. Touring
berikutnya yang kami rencanakan berjalan-jalan ke Tawangmangu, Karanganyar
adalah rangkaian perjalanan dalam rangka pembubaran panitia. Atas usul rekan-rekan
satu tim, pembubaran yang biasanya hanya makan-makan saja, akhirnya dialihkan
ke acara jalan-jalan ke Tawangmangu. 26 Maret 2009, kami bersiap untuk
berangkat. Sayangnya soulmate ku, Ali Akbar ngga bisa ikut diacara Touring kali
ini karena ia harus masuk kerja. Kami pun bersiap berangkat dari rumah sekitar
pukul 09.00, tapi agak molor karena mesti menunggu satu dan lain orang. Awalnya
aku pikir aku bakal jadi cewek sendiri diantara beberapa rombongan cowok, tapi
untungnya ada salah satu tetanggaku lainnya, bernama Rizka yang mau ikut
bergabung, jujur sich ak emang ngga terlalu deket sama dia, pa lagi usianya
agak jauh dibawahku.
Sekitar pukul 09.15 an (lebih kayaknya).. rombongan kami pun melaju ke
TW (Tawangangu) melewati jalur Ngasem-Fajar Indah-Manahan-Jebres-Jaten-sampai
masuk ke jalan arah Karangpandan. Kala itu aku berbonjengan dengan Eko dengan
menggunakan motor supraku. Peserta touring kala itu sekitar 9 orang (5 motor,
yang satu senidirian). Perjalanan yang emang seru karena sepanjang perjalanan
kami heboh sendiri-sendiri, saling salip satu per satu, atau berteriak-teriak
ngga penting. Sampai akhirnya kami sampai didaerah atas Terminal Karangpandan
(tikungan arah ke Kemuning masih naik lagi), lupa aku nama daerahnya mana, tapi
pas ditikungan itulah Touring yang awalnya berniat untuk happy-happy ini
menjadi touring “ngenes” yang mengelikan dan menyesakkan, tapi sungguh
pengalaman yang tak terduga yang pernah aku alami, biasanya sich kalau
jalan-jalan endingnya seneng-seneng aja, kalau yang ini,,seneppp terus.
Kala itu, di tikungan yang tadi aku sebutkan, 2 temenku yang mengemudi
didepan masih santai dan lolos saat mendadak ada rombongan polisi melakukan
rasia kelengkapan pengemudi. 2 temen ku didepan aman karena mereka lengkap,
sedangkan satu temanku dibelakangnya (kalau tidak salah Gundul), dia dengan
terpaksa harus berdebat kecil dengan polisi karena tidak punya SIM. Aku sudah
tak sempat tau kondisi teman-temanku itu karena mendadak Eko sudah membelokkan
motor diikuti Irul, temanku satunya yang
mengendarai motor sendirian. Kami mengikuti orang yang juga punya alternative
untuk mencari jalan kampong lainnya. Kami mengikuti jalan itu, sampai kami
benar-benar tak tahu kami sampai dimana. Jalan kampong, naik turun, berdebu,
disekitar lahan pertanian, entah suasana dan view baru yang ak temui di area
TW. Hampir 15 menit lebih kami belum juga menemukan jalan tembus ke jalur
utama, malah bahkan kami tersesat sampai di Astana Giri Bangun. Berhenti bertanya
pada penduduk setempat tidak cukup satu-dua kali. Aku justru merasa kasian pada
temanku yang satu lagi, sedari tadi dia ngikuti aku sama temenku, padahal kami
sendiri juga buta jalan. Hehee
Setelah muter-muter jalan kampung ngga karuan, akhirnya kami bertemu
juga dengan jalan utama, dan syukurlah tidak terlalu jauh dari lokasi air
terjun TW. 3 menit kemudian kami sudah sampai diatas pasar Tawangmangu, dan 3
temanku yang lain, yang tadi sempat terpisah menanti kami dipinggir jalan.
Ternyata temanku yang tadi sempat berdebat dengan polisi harus sodakoh karena
kena tilang, nominalnya aku lupa, kaloa ngga salah sich 25-30 Rb. Perjalanan
yang agak aneh ini pun kami lanjutkan menuju ke area Air Terjun yang paling
tinggal beberapa meter lagi. Setelah samapi di parkiran dan membeli tiket, kami
menyusuri anak tangga menurun menuju ke lokasi air terjun. Sepanjang perjalanan
menuruni anak tangga, kami masih saja ribut dan heboh dengan cerita pengalaman
masing. Lucu aja dengerin mereka pada ngomel-ngomel, kalau aku fikir sich, ya
salah siapa pada berani naik motor tapi ngga lengkap surat-suratnya. Paling
seneng tuch temenku satunya, sebut saja dia Popon, kebetulan banget dia abis
bikin SIM, so dia bangga banget karena bisa “ngreyen” SIM nya. Sesekali
terdengar kelakar syukur nya karena punya SIM baru. Aneh-aneh aja.
Air Terjun Dari Kejauhan |
Keluarga Kera dan Anak Mereka |
Setelah beberapa menit kami menuju ke dasar, akhirnya
terlihat sudah air terjun yang terkenal di daerah Karanganyar ini, selain
disebut air terjun Tawangmangu, Air terjun ini terkenal pula dengan nama Drojokan
Sewu (Aitr terjun seribu). Tawangmangu terletak di lereng barat Gunung Lawu, berada
pada arel pegunungan yang subur dikelilingi oleh hutan dan perbukitan. Area
wisata ini juga dilengkapi dengan fasilitas flying fox, arung jeram kecil, duta
playground dengan pemancingannya, dan arena outbond dengan taman lalu
lintas dan kereta pohon. Selain manusia, ribuan kera juga betah berlama-lama di
sini. Mereka berkeliaran dengan bebas tanpa rasa takut pada manusia, bahkan ada
dari mereka yang merebut tas atau camilan yang dibawa pengunjung, para
pengunjung sebenarnya sudah dilarang untuk melempar/memberi makanan pada
kera-kera tersebut, papan pemberitahuan tertulis ditepi taman sepanjang jalan
obyek wisata tersebut. Namun terkadang meilhat tingkah si kera, membuat para
pengunjung ingin menggoda mereka dengan makanan.
Welcome to the Drojokan Sewu |
Tetep Gila Walau Habis Kena Tilang |
Sesampai didasar, kami tidak langsung segera masuk ke air yang ada
dibawah derasnya guyuran air terjun, tapi memilih berjalan-jalan sebentar di
bukt kecil dengan melewati jembatan kecil, menurut mitosnya, bagi siapa yang
datang kesitu berpasangan dan berfoto di jembatan kecil tersebut, mereka tidak
akan langgeng, tapi lepas benar tidaknya, tergantung tiap indivu masing-masing.
Disekitar jalan menuju bukit (yang ternyata biasa untuk kegiatan alam out
bond), ternyata ditemui juga tempat ibadah, toilet serta beberapa pedagang sate
kelinci yang merupakan menu special di daerah Tawangmangu. Para pedagang disana
pun juga menyewakan tikar jika ingin bersantai sambil menikmati makanan, tapi
kami memilih untuk terus berjalan sambil berfoto-foto ria. Setelah bosan, kami
pun turun dan berniat menuju ke bawah air terjun.
Jalan Setapak Bukit Untuk Out Bond |
Nampang Dulu Foto didepan Cewek Ngga dikenal |
Dingin Bro !! |
Percikan air dari air terjun sudah terasa sampai di depan Jembatan
kecil tadi, untuk menuju kebawah guyuran air hujan, kami harus menapak pelan
batu-batu besar yang ada di sekitar sungai itu. Selain besar batu-batu itu juga
licin, jadi kami perlu sangat berhati-hati bahkan perlu melepas alas kaki biar
lebih aman. Sebelum mendekat keair terjun, aku sudah menyiapkan beberapa plastic
kecil bening untuk membungkur Handphone sehingga jika kami hendak mengambil
foto didekat air terjun, HP tidak basah. Walaupun hasilnya kurang memuaskan
karena layar kamera tertutup embun air dari air terjun, namun kami tetap asyik
saja berfoto ria. Setelah kedinginan karena memang suhu air disana lumayan
dingin, kamu pun bergegas “mentas” dan mengahangatkan diri sambil duduk-duduk
disekitar anak tangga.
Menghangatkan Diri Sambil Narsis |
Capek-Capek tetep Berpose Ria |
Beberapa menit kemudian kami memutuskan untuk kembali pulang. Jalan
yang tadi kami tempuh dengan menurun, kini kami mesti sedikit ngos-ngosan
karena kami mesti mendaki satu per satu tangga yang ternyata tidak segera
berujung. Disetiap tempat mendatar, terdapat pondok kecil tempat untuk sekedar
melepas lelah sebentar, kami menemukan pondok yang kosong, dan duduk sesat
disana sambil memutuskan hendak mencari makan apa. Berhubung uang yang tersisa
tidak banyak, aku mengusulkan jika menambah iuran tiap anak Rp. 5000,- dan
mereka pun setuju. Lalu memilih untuk makan saja di bawah (di Solo), karena
tentunya makan didekat objek wisata akan mahal, dan mereka juga kurnag setuju
makan sate kelinci. Aku kembali mengusulkan untuk makan saja di dekat Jurug
karena disana ada ayam goreng tulang lunak yang kala itu satu porsi masih
sekitar Rp. 10.000,-.
Setelah semua sepakat, kami melanjutkan perjalanan pulang meskipun
dengan kondisi pakaian yang bsah kuyup karena terkena ar waktu di bawah air
terjun tadi. Namun sudah menjadi kebiasan kami kalau kami pergi ke tempat yang
berair, pulang tidak pernah berganti baju kering, memilih membiarkan tubuh
diselimuti pakaian basah. Perjalan dari Tawangmangu-Palur lumayan cukup singkat
tidak ada cerita menarik apapun, namun ketika hendak memasuki arah ke Solo,
lagi-lagi masalah menghampiri kami. Jauh sebelum menyebrang ril KA di Palur aku
sudah punya feeling dan firasat dan bermaksud untuk meminta teman-teman yang
punya SIM untuk berjalan lebih dulu karena biasanya di depan Jurug pasti ada
Rasia lagi,tapi entah kenapa niatku tidak jadi aku utarakan, dan tepat, setelah
sampai dijembatan bengawan solo, kami melihat didepan kami sudah ada rasia
polisi. Kami sudah tak bisa berbalik arah lagi karena jalannya searah. Dan
betapa konyolnya kami, ketika itu temanku memanggilku dan meminta ku untuk
beralih memboncengkan dirinya, aku pun turun dan beralih ke dia (padahal kan
yang boncengin aku juga ga komplit). Karena tak bisa berbuat apa-apa lagi, kami
pun terpaksa menghadang maut. Sayangnya ternyata si polisi ada yang tau kalau
aku sempat bertukar posisi. Dan dengan sangat terpaksa, kami pun diminta untuk
mengurus surat tilang dipos yang sudah disediakan. Banyak sekali orang yang
ternyata kena tilang ditempat itu. 3 temanku pun menghadap ke meja tilang dan
temanku yang lain membantu untuk membujuk polisi supaya tidak harus siding,
akhirnya uang yang sebelumnya kami rencanakan untuk membeli makan, terpaksa
harus dipakai untuk membayar uang tilang 3x Rp. 20.000,-. Kami yang aman dari
kasus tilang, duduk di tepi jalan sembari menunggu teman kami berurusan dengan
polisi lalu lintas. Popon, temenku yang punya SIM baru, lagi-lagi bergaya
bangga tapi lucu karena bisa menggunakan SIM barunya 2xberturut-turut dalam 1
hari. Sedangkan paling melas, adalah si Gundul, ia yang pas berangkat kena
tilang, kini kena lagi. Double tilang dalam sehari. Setelah semua selesai,
rasanya kami ogah-ogahan untuk pulang, lemes dan males banget karena sedari
tadi sial terus, yang lebih menyakitkan adalah ketika aku member tahu
teman-temanku kalau warung Ayam Goreng Tulang Lunak hanya berada diseberang
jalan dari lokasi rasia. Dan kini kami hanya bisa menatap hampa, dengan perut
yang sangat lapar.
“Wahh arep ngrasakke Tulang Lunak we ra sido, ngasi wes baying-bayangke”
kelakar salah satu temanku yang artinya –Hendak mencicipi rasanya Tulang Lunak
aja tidak jadi, padahal udah terbayang-bayang-.
Tanpa ada sisa uang lebih, kami tidak mungkin untuk makan di daerah
Solo. Kami memutuskan untuk kembali pulang saja, dan entah nanti soal makan
bisa kami pikirkan belakangan. Dengan langkah gontai, kami pun pulang. Tapi
sebelumnya aku berpesan, karena biasanya di batas kota Sukoharjo-Boyolali juga sering terjadi rasia
polisi, sebelum sampai dilokasi tersebut, kami memilik jalan tembus lain
melewati jalan-jalan kampung, dan sekitar pukul 16.30 kami sudah sampai di
Banyudono, bumi pertiwi kami. Namun nasib sial belum juga lepas dari kami,
salah satu motor temanku ternyata mengalami kendala, aku agak lupa masalahnya
apa. Seingatku ada sekrup yang hilang, dan temanku itu takut kalau pulang dalam
kondisi demikian, pasti bakal kena semprot sanga Babe, akhirnya kami
mengantarkan dia ke bengkel yang sudah menjadi langganan kami. Disaat yang lain
menunggu dibengkel, aku dan Bagus pamit sebentar ke untuk cek up kesehatan ke
salah satu bidan desa karena telah dijadwalkan dihari itu, pukul 16.00 semua
panitia Pemilu harus dites kesehatannya. Tes tersebut tidak lama, 10 menit
kemudian kami sudah kembali ke bengkel, dan kami berfikir ulang karena selain
capek, kami juga sangat lapar. Uang yang tersisa hanya sekitar Rp. 50.000,-,
Bagus mengusulkan uang seadanya itu untuk beli NasGor dibelakang kecamatan
saja, entah mau dapat seberapa, yang penting makan dulu. Kami pun menuju ke
lokasi warung tersebut, dan si pemilik yang sudah akrab dengan teman-temanku
pun tidak keberatan membuatkan NasGor dengan sisa uang kami untuk ber-sembilan
orang.
Kelaparan Menanti Nasi Goreng |
Nasi Goreng yang hanya seberapa itu, rasanya begitu mak Nyuss
ditenggorakan dan perut kami, Rasa lelah, bĂȘte, sebal, konyol, lucu dan apapun
itu, seolah berbaur dan campur aduk menjadi satu. Aku sendiri pun mendapat
cerita dan pengalaman yang tak bisa aku lupakan, pasti tau cerita ini, Ali akan
mengejekku habis-habisan. Kami meresa tidak enak hati dengan Rizka, karena baru
sekali ia ikut, sudah kena sial dari pagi-sore.
“Wah.. sesuk neh mesti Rizka kapok ki melu dolan. Yen Indri wes ra
ngefek” celoteh temenku lagi yang artiny
–Besuk lagi pasti Rizka jera ikut main lagi, kalo Indri sich udah ngga ngaruh-
Yach emang, aku tergolong cewek yang sering jalan sama mereka, dan
sudah banyak capek-lelah-tawa-gembira yang kami jalani bersama-sama, jadi benar
kalau aku ngga mungkin jera Touring lagi hanya gara-gara perjalanan sial dihari
ini. Kami kemudian memutuskan pulang setelah matahari mulai besembunyi. Meskipun
bukan kali pertama dan terakhir aku berkunjung ke Air Terjun Tawangmangu, tapi
justru inilah pengalaman seru yang masih terus terbayang dimemory ingatanku.
Cayooooo !!!!
Semangat terus In.. untuk mencari cerita perjalanan seru ditempat lainnya..
dan Demikian perjalanan Tawangamangu Ngenes ini aku akhiri. Sampai Jumpa...
Kru Tawangmangu "Ngenes" |
"_"
*Forza
Inter Milan 1908….*
No comments:
Post a Comment