Thursday, September 5, 2013

Jejak Petualang : Perjalanan "Sial" Menuju Tawangmangu



Journey berikutnya yang hendak aku tuangkan dalam cerita ini adalah perjalananku bersama rombongan kru panitia Wisata ke Borobudur kemarin. Touring berikutnya yang kami rencanakan berjalan-jalan ke Tawangmangu, Karanganyar adalah rangkaian perjalanan dalam rangka pembubaran panitia. Atas usul rekan-rekan satu tim, pembubaran yang biasanya hanya makan-makan saja, akhirnya dialihkan ke acara jalan-jalan ke Tawangmangu. 26 Maret 2009, kami bersiap untuk berangkat. Sayangnya soulmate ku, Ali Akbar ngga bisa ikut diacara Touring kali ini karena ia harus masuk kerja. Kami pun bersiap berangkat dari rumah sekitar pukul 09.00, tapi agak molor karena mesti menunggu satu dan lain orang. Awalnya aku pikir aku bakal jadi cewek sendiri diantara beberapa rombongan cowok, tapi untungnya ada salah satu tetanggaku lainnya, bernama Rizka yang mau ikut bergabung, jujur sich ak emang ngga terlalu deket sama dia, pa lagi usianya agak jauh dibawahku.
Sekitar pukul 09.15 an (lebih kayaknya).. rombongan kami pun melaju ke TW (Tawangangu) melewati jalur Ngasem-Fajar Indah-Manahan-Jebres-Jaten-sampai masuk ke jalan arah Karangpandan. Kala itu aku berbonjengan dengan Eko dengan menggunakan motor supraku. Peserta touring kala itu sekitar 9 orang (5 motor, yang satu senidirian). Perjalanan yang emang seru karena sepanjang perjalanan kami heboh sendiri-sendiri, saling salip satu per satu, atau berteriak-teriak ngga penting. Sampai akhirnya kami sampai didaerah atas Terminal Karangpandan (tikungan arah ke Kemuning masih naik lagi), lupa aku nama daerahnya mana, tapi pas ditikungan itulah Touring yang awalnya berniat untuk happy-happy ini menjadi touring “ngenes” yang mengelikan dan menyesakkan, tapi sungguh pengalaman yang tak terduga yang pernah aku alami, biasanya sich kalau jalan-jalan endingnya seneng-seneng aja, kalau yang ini,,seneppp terus.
Kala itu, di tikungan yang tadi aku sebutkan, 2 temenku yang mengemudi didepan masih santai dan lolos saat mendadak ada rombongan polisi melakukan rasia kelengkapan pengemudi. 2 temen ku didepan aman karena mereka lengkap, sedangkan satu temanku dibelakangnya (kalau tidak salah Gundul), dia dengan terpaksa harus berdebat kecil dengan polisi karena tidak punya SIM. Aku sudah tak sempat tau kondisi teman-temanku itu karena mendadak Eko sudah membelokkan motor diikuti Irul, temanku satunya yang mengendarai motor sendirian. Kami mengikuti orang yang juga punya alternative untuk mencari jalan kampong lainnya. Kami mengikuti jalan itu, sampai kami benar-benar tak tahu kami sampai dimana. Jalan kampong, naik turun, berdebu, disekitar lahan pertanian, entah suasana dan view baru yang ak temui di area TW. Hampir 15 menit lebih kami belum juga menemukan jalan tembus ke jalur utama, malah bahkan kami tersesat sampai di Astana Giri Bangun. Berhenti bertanya pada penduduk setempat tidak cukup satu-dua kali. Aku justru merasa kasian pada temanku yang satu lagi, sedari tadi dia ngikuti aku sama temenku, padahal kami sendiri juga buta jalan. Hehee
Setelah muter-muter jalan kampung ngga karuan, akhirnya kami bertemu juga dengan jalan utama, dan syukurlah tidak terlalu jauh dari lokasi air terjun TW. 3 menit kemudian kami sudah sampai diatas pasar Tawangmangu, dan 3 temanku yang lain, yang tadi sempat terpisah menanti kami dipinggir jalan. Ternyata temanku yang tadi sempat berdebat dengan polisi harus sodakoh karena kena tilang, nominalnya aku lupa, kaloa ngga salah sich 25-30 Rb. Perjalanan yang agak aneh ini pun kami lanjutkan menuju ke area Air Terjun yang paling tinggal beberapa meter lagi. Setelah samapi di parkiran dan membeli tiket, kami menyusuri anak tangga menurun menuju ke lokasi air terjun. Sepanjang perjalanan menuruni anak tangga, kami masih saja ribut dan heboh dengan cerita pengalaman masing. Lucu aja dengerin mereka pada ngomel-ngomel, kalau aku fikir sich, ya salah siapa pada berani naik motor tapi ngga lengkap surat-suratnya. Paling seneng tuch temenku satunya, sebut saja dia Popon, kebetulan banget dia abis bikin SIM, so dia bangga banget karena bisa “ngreyen” SIM nya. Sesekali terdengar kelakar syukur nya karena punya SIM baru. Aneh-aneh aja.
Air Terjun Dari Kejauhan
Keluarga Kera dan Anak Mereka
Setelah beberapa menit kami menuju ke dasar, akhirnya terlihat sudah air terjun yang terkenal di daerah Karanganyar ini, selain disebut air terjun Tawangmangu, Air terjun ini terkenal pula dengan nama Drojokan Sewu (Aitr terjun seribu). Tawangmangu terletak di lereng barat Gunung Lawu, berada pada arel pegunungan yang subur dikelilingi oleh hutan dan perbukitan. Area wisata ini juga dilengkapi dengan fasilitas flying fox, arung jeram kecil, duta playground dengan pemancingannya, dan arena outbond dengan taman lalu lintas dan kereta pohon. Selain manusia, ribuan kera juga betah berlama-lama di sini. Mereka berkeliaran dengan bebas tanpa rasa takut pada manusia, bahkan ada dari mereka yang merebut tas atau camilan yang dibawa pengunjung, para pengunjung sebenarnya sudah dilarang untuk melempar/memberi makanan pada kera-kera tersebut, papan pemberitahuan tertulis ditepi taman sepanjang jalan obyek wisata tersebut. Namun terkadang meilhat tingkah si kera, membuat para pengunjung ingin menggoda mereka dengan makanan.
Welcome to the Drojokan Sewu
Tetep Gila Walau Habis Kena Tilang
Sesampai didasar, kami tidak langsung segera masuk ke air yang ada dibawah derasnya guyuran air terjun, tapi memilih berjalan-jalan sebentar di bukt kecil dengan melewati jembatan kecil, menurut mitosnya, bagi siapa yang datang kesitu berpasangan dan berfoto di jembatan kecil tersebut, mereka tidak akan langgeng, tapi lepas benar tidaknya, tergantung tiap indivu masing-masing. Disekitar jalan menuju bukit (yang ternyata biasa untuk kegiatan alam out bond), ternyata ditemui juga tempat ibadah, toilet serta beberapa pedagang sate kelinci yang merupakan menu special di daerah Tawangmangu. Para pedagang disana pun juga menyewakan tikar jika ingin bersantai sambil menikmati makanan, tapi kami memilih untuk terus berjalan sambil berfoto-foto ria. Setelah bosan, kami pun turun dan berniat menuju ke bawah air terjun.
Jalan Setapak Bukit Untuk Out Bond
Nampang Dulu Foto didepan Cewek Ngga dikenal
Dingin Bro !!
Percikan air dari air terjun sudah terasa sampai di depan Jembatan kecil tadi, untuk menuju kebawah guyuran air hujan, kami harus menapak pelan batu-batu besar yang ada di sekitar sungai itu. Selain besar batu-batu itu juga licin, jadi kami perlu sangat berhati-hati bahkan perlu melepas alas kaki biar lebih aman. Sebelum mendekat keair terjun, aku sudah menyiapkan beberapa plastic kecil bening untuk membungkur Handphone sehingga jika kami hendak mengambil foto didekat air terjun, HP tidak basah. Walaupun hasilnya kurang memuaskan karena layar kamera tertutup embun air dari air terjun, namun kami tetap asyik saja berfoto ria. Setelah kedinginan karena memang suhu air disana lumayan dingin, kamu pun bergegas “mentas” dan mengahangatkan diri sambil duduk-duduk disekitar anak tangga.
Menghangatkan Diri Sambil Narsis
Capek-Capek tetep Berpose Ria
 Beberapa menit kemudian kami memutuskan untuk kembali pulang. Jalan yang tadi kami tempuh dengan menurun, kini kami mesti sedikit ngos-ngosan karena kami mesti mendaki satu per satu tangga yang ternyata tidak segera berujung. Disetiap tempat mendatar, terdapat pondok kecil tempat untuk sekedar melepas lelah sebentar, kami menemukan pondok yang kosong, dan duduk sesat disana sambil memutuskan hendak mencari makan apa. Berhubung uang yang tersisa tidak banyak, aku mengusulkan jika menambah iuran tiap anak Rp. 5000,- dan mereka pun setuju. Lalu memilih untuk makan saja di bawah (di Solo), karena tentunya makan didekat objek wisata akan mahal, dan mereka juga kurnag setuju makan sate kelinci. Aku kembali mengusulkan untuk makan saja di dekat Jurug karena disana ada ayam goreng tulang lunak yang kala itu satu porsi masih sekitar Rp. 10.000,-.
Setelah semua sepakat, kami melanjutkan perjalanan pulang meskipun dengan kondisi pakaian yang bsah kuyup karena terkena ar waktu di bawah air terjun tadi. Namun sudah menjadi kebiasan kami kalau kami pergi ke tempat yang berair, pulang tidak pernah berganti baju kering, memilih membiarkan tubuh diselimuti pakaian basah. Perjalan dari Tawangmangu-Palur lumayan cukup singkat tidak ada cerita menarik apapun, namun ketika hendak memasuki arah ke Solo, lagi-lagi masalah menghampiri kami. Jauh sebelum menyebrang ril KA di Palur aku sudah punya feeling dan firasat dan bermaksud untuk meminta teman-teman yang punya SIM untuk berjalan lebih dulu karena biasanya di depan Jurug pasti ada Rasia lagi,tapi entah kenapa niatku tidak jadi aku utarakan, dan tepat, setelah sampai dijembatan bengawan solo, kami melihat didepan kami sudah ada rasia polisi. Kami sudah tak bisa berbalik arah lagi karena jalannya searah. Dan betapa konyolnya kami, ketika itu temanku memanggilku dan meminta ku untuk beralih memboncengkan dirinya, aku pun turun dan beralih ke dia (padahal kan yang boncengin aku juga ga komplit). Karena tak bisa berbuat apa-apa lagi, kami pun terpaksa menghadang maut. Sayangnya ternyata si polisi ada yang tau kalau aku sempat bertukar posisi. Dan dengan sangat terpaksa, kami pun diminta untuk mengurus surat tilang dipos yang sudah disediakan. Banyak sekali orang yang ternyata kena tilang ditempat itu. 3 temanku pun menghadap ke meja tilang dan temanku yang lain membantu untuk membujuk polisi supaya tidak harus siding, akhirnya uang yang sebelumnya kami rencanakan untuk membeli makan, terpaksa harus dipakai untuk membayar uang tilang 3x Rp. 20.000,-. Kami yang aman dari kasus tilang, duduk di tepi jalan sembari menunggu teman kami berurusan dengan polisi lalu lintas. Popon, temenku yang punya SIM baru, lagi-lagi bergaya bangga tapi lucu karena bisa menggunakan SIM barunya 2xberturut-turut dalam 1 hari. Sedangkan paling melas, adalah si Gundul, ia yang pas berangkat kena tilang, kini kena lagi. Double tilang dalam sehari. Setelah semua selesai, rasanya kami ogah-ogahan untuk pulang, lemes dan males banget karena sedari tadi sial terus, yang lebih menyakitkan adalah ketika aku member tahu teman-temanku kalau warung Ayam Goreng Tulang Lunak hanya berada diseberang jalan dari lokasi rasia. Dan kini kami hanya bisa menatap hampa, dengan perut yang sangat lapar.
“Wahh arep ngrasakke Tulang Lunak we ra sido, ngasi wes baying-bayangke” kelakar salah satu temanku yang artinya –Hendak mencicipi rasanya Tulang Lunak aja tidak jadi, padahal udah terbayang-bayang-.
Tanpa ada sisa uang lebih, kami tidak mungkin untuk makan di daerah Solo. Kami memutuskan untuk kembali pulang saja, dan entah nanti soal makan bisa kami pikirkan belakangan. Dengan langkah gontai, kami pun pulang. Tapi sebelumnya aku berpesan, karena biasanya di batas kota  Sukoharjo-Boyolali juga sering terjadi rasia polisi, sebelum sampai dilokasi tersebut, kami memilik jalan tembus lain melewati jalan-jalan kampung, dan sekitar pukul 16.30 kami sudah sampai di Banyudono, bumi pertiwi kami. Namun nasib sial belum juga lepas dari kami, salah satu motor temanku ternyata mengalami kendala, aku agak lupa masalahnya apa. Seingatku ada sekrup yang hilang, dan temanku itu takut kalau pulang dalam kondisi demikian, pasti bakal kena semprot sanga Babe, akhirnya kami mengantarkan dia ke bengkel yang sudah menjadi langganan kami. Disaat yang lain menunggu dibengkel, aku dan Bagus pamit sebentar ke untuk cek up kesehatan ke salah satu bidan desa karena telah dijadwalkan dihari itu, pukul 16.00 semua panitia Pemilu harus dites kesehatannya. Tes tersebut tidak lama, 10 menit kemudian kami sudah kembali ke bengkel, dan kami berfikir ulang karena selain capek, kami juga sangat lapar. Uang yang tersisa hanya sekitar Rp. 50.000,-, Bagus mengusulkan uang seadanya itu untuk beli NasGor dibelakang kecamatan saja, entah mau dapat seberapa, yang penting makan dulu. Kami pun menuju ke lokasi warung tersebut, dan si pemilik yang sudah akrab dengan teman-temanku pun tidak keberatan membuatkan NasGor dengan sisa uang kami untuk ber-sembilan orang.
Kelaparan Menanti Nasi Goreng
Nasi Goreng yang hanya seberapa itu, rasanya begitu mak Nyuss ditenggorakan dan perut kami, Rasa lelah, bĂȘte, sebal, konyol, lucu dan apapun itu, seolah berbaur dan campur aduk menjadi satu. Aku sendiri pun mendapat cerita dan pengalaman yang tak bisa aku lupakan, pasti tau cerita ini, Ali akan mengejekku habis-habisan. Kami meresa tidak enak hati dengan Rizka, karena baru sekali ia ikut, sudah kena sial dari pagi-sore.
“Wah.. sesuk neh mesti Rizka kapok ki melu dolan. Yen Indri wes ra ngefek” celoteh temenku  lagi yang artiny –Besuk lagi pasti Rizka jera ikut main lagi, kalo Indri sich udah ngga ngaruh-
Yach emang, aku tergolong cewek yang sering jalan sama mereka, dan sudah banyak capek-lelah-tawa-gembira yang kami jalani bersama-sama, jadi benar kalau aku ngga mungkin jera Touring lagi hanya gara-gara perjalanan sial dihari ini. Kami kemudian memutuskan pulang setelah matahari mulai besembunyi. Meskipun bukan kali pertama dan terakhir aku berkunjung ke Air Terjun Tawangmangu, tapi justru inilah pengalaman seru yang masih terus terbayang dimemory ingatanku. Cayooooo !!!!
Semangat terus In.. untuk mencari cerita perjalanan seru ditempat lainnya.. dan Demikian perjalanan Tawangamangu Ngenes ini aku akhiri. Sampai Jumpa...
Kru Tawangmangu "Ngenes"


"_"



*Forza Inter Milan 1908….*
 

No comments:

Post a Comment