Hasrat untuk memanjakan mata melihat keindahan alam semakin tak
terbendung lagi, seperti yang sebelumnya sempat aku tuliskan kalau akhir-akhir
ini keinginan untuk berpetualang rasanya sedang berada pada taraf yang cukup
besar. Setelah sebelumnya mencari tempat-tempat sebagai target kunjungan,
akhirnya pilihan pertama jatuh di daerah Wonosobo-Banjarnegara, di obyek wisata
alam Dataran Tinggi Dieng. Rencana ingin segera saja kesana, namun berhubung
masih banyak acara termasuk “njagong”, aku dan koko pun baru bisa berangkat
pada tanggal 9 November 2013 kemarin.
Kami berencana berangkat Sabtu siang (sepulang aku kerja tentunya) dan
mencari penginapan didekat Dieng, berharap minggu pagi bisa menikmati sunrise.
Sebelum berangkat aku sudah mempersiapkan perlengkapan yang mesti kami bawa,
diantaranya pakaian ganti dan make up tentunya (secara cewek gitu lho), jaket,
syal (karena disana tuch dingin banget), kaos tangan+kaos kaki, obat pribadi,
senter, sendal gunung, charger HP, Kamera, Dompet+uangnya tentu saja, Buku
Nikah, kartu identitas, Minuman dan makanan ringan. Akhirnya sekitar pukul
13.20 koko Bear sudah menjemputku dikantor dan kami siap berangkat mengendarai
Scorpy merah hitam melaju diatas roda dua ditengah-tengah terik matahari yang
menyengat… heheee.
Kami dari Boyolali memilih jalur melewati Ampel menuju ke Salatiga
hingga sampai di pertigaan Ring Road, sambil melihat papan petunjuk arah, kami
terus melajukan sepeda, kemudian kami mengambil jalur ke arah Ambarawa melewati
Banyubiru sampai bertemu dengan simpang empat yang menuju ke arah Jogja,
Semarang dan Magelang. Kami pun mengambil jalur ke arah Magelang. Sampai di
Magelang, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 15.00, jalannya cukup padat
merayap dan sangat macet sekali. Kami kemudian memilih jalur alternatif menuju
Temanggung, diperjalanan ini kami menyempatkan diri untuk rehat sembari Sholat
Ashar terlebih dahulu di salah satu Mushola dipinggir jalan, selesai Sholat
kami melanjutkan perjalanan lagi, Sekiranya waktu tempuh sampai Temanggung
adalah sekitar 40 menit lagi.. Huaaaaaduhh ! Pantat ini rasanya udah kayak jadi
sambel, pedes nya minta ampun, mana aku masih gendong tas rangsel yang cukup
berat,,,hehehe.. tapi tetep seru dan ngga nyesel dech meski harus berpegel-pegel
ria. Setelah sampai di Temanggung, kami mengikuti petunjuk arah ke Wonosobo
(kayaknya sich ada jalur alternatif dari Temanggung langsung ke Dieng, tapi
ngga dapat peta jalurnya, so milih muter jalur lewat Wonosobo). Menuju ke
Wonosobo, sekitar pukul 16.30 kami melewati jalur ringan dimana kanan kiri
penuh pemandangan alam yang diberikan oleh Gunung Sindoro dan Sumbing
(sayangnya waktu itu ngga kepikiran buat ngeluarin kamera dan jepret-jepret
sambil jalan), selain itu..kanan kiri jalan banyak sekali lahan pertanian yang
umumnya ditanami sayuran (pertanian, aku banget nich harusnya), salah satu hal
yang sedikit aneh adalah ketika melintas didekat mushola, aku benar-benar
mendengar ada suara adzan, bahkan di dua mushola berbeda, sekali lagi aku cek
jam ditanganku, masih 16.30, so ini adzan untuk sholat apa ya?? Pertanyaanku
dan rasa penasaranku tetap tak terjawab karena ngga sempet tanya tanya (tapi
menurutku kayaknya sudah jadi tradisi ditempat itu, mungkin sebagai tanda
peringatan para petani kalau sudah pukul 16.30, waktunya mereka menyelesaikan
pekerjakan di lahan dan pulang kemudian menunaikan Sholat Ashar.. kayaknya sich
gitu..soalnya di daerah Karanggede Boyolali juga sempat denger sholat Dhuhur
itu adzannya 2z). Kembali keperjalanan
kami, kami terus mengikuti papan petunjuk arah, hingga sampailah kami di
Wonosobo kota, ternyata masuk ke Wonosobo kami harus mengitari jalur kota
dahulu karena dibuat satu arah, dari Wobosobo kami terus naik menuju ke dataran
tinggi Dieng. Aku fikir jaraknya ngga
terlalu jauh, tapi wow..ternyata kami mesti menempuk sekitar 12 km lagi untuk
sampai di Dieng (tapi rasanya lebih dech). Kanan kiri jalan dipenuhi dengan
lahan pertanian sayuran dan yang paling banyak adalah kentang, ada juga pohon
Carica, yaitu pohon buah sejenis Pepaya, namun buahnya kecil-kecil dan
merupakan vegetasi khas di daerah Dieng, makanya disana terkenal dengan manisan
Carica.
Sekitar pukul 17.15 aku belum juga melihat gapura Selamat Datang Dieng
yang sering jadi obyek foto para wisatawan itu, kami masih terus mengikuti
jalan menanjak berkelok kelok dalam kondisi yang semakin dingin, dan akhirnya
sampailah kami di pertigaan menuju obyek Wisata Dieng. Kami memilih tikungan ke
kiri dan mencari penginapan, tapi masih bingung mau milih yang mana, kami terus
mengitari wilayah tersebut, dan menemukan obyek Telaga Warna, Papan nama
Komplek candi Arjuna, Kawah Sikidang, dan Dieng Plateu, namun aku pingin
mencari lokasi Bukit Sikunir yang terkenal dengan sunrise nya, tapi ternyata
ngga ketemu, akhirnya kami pun memutuskan mencari penginapan.. Huft, karena
weekend, homestay sudah penuh semua, kebanyakan yang datang itu rombongan jadi
pada booking duluan, untung akhirnya dapet penginapan yang masih kosong juga
meskipun sudah ada beberapa rombongan anak kuliahan yang singgah disana, ehh
ternyata homestay tempat aku menginap pernah dipakai Shooting FTV yang
dibintangi Rio Dewanto..hehe. Oya sekedar info, Dataran tinggi Dieng ini
terbagi menjadi dua wilayah yaitu Wonosobo dan Banjarnegara, nah untuk lokasi
Kawah Sikidang serta Candi Arjuna (termasuk tempat penginapankua) masuk wilayah
Banjarnegara, sedangkan untuk Telaga Warna dan Bukit Sikunir masuk di Wonosobo.
Makanan Khas Dieng, Manisan Carica dan Mie Ongklok |
Well, lanjutkan storynya keburu sore…hehee, Setelah dapat kamar, kami
pun langsung Sholat dan cari makan.. hehe, berhubung udara sangat dingin dan
air juga seperti salju mencair, aku sama koko memutuskan untuk tidak mandi
sajooo, haha. Karena tidak disediakan makanan di homestay, kami pun keluar
mencari makan, baru sekitar pukul tujuh, tapi suasana sudah sepi dan gelap,
warung yang direkomendasikan ibu Kost juga sudah tutup, akhirnya aku memilih Rumah
Makan yang menyediakan nasi sama Mie Ongklok juga, mie Khas Dieng, katanya
kalau belum makan Mie Ongklok, belum afdol,, akhirnya aku pun mencobanya, satu
porsi Mie ternyata berpasangan dengan Sate, awalnya aku pikir sate ayam, tapi
ternyata sate Kambing, komentar ku adalah.. cukup mengecewakan,, entah aku
salah pilih warung atau emang aku yang ngga sreg sama makanannya, Mie Ongklok
itu terasa aneh dilidahku dengan kuah yang kental gurih-manis sedangkan satenya
terasa masam, bahkan koko melarangku untuk makan takut kalau sudah basi.
Giliran mau bayar, Koko sempat mengintip nota yang totalnya nyaris 150rb..
hehe, jujur nyaliku jadi ciut waktu mau bayar bukan soal nominalnya, tapi lebih
pada rasa menyesal ternyata harga untuk sebuah pengalaman terasa sangat mahal,
secara makanannya kurang berkenan dilidahku.. dari pada berlama-lama, akhirnya
aku putuskan untuk membayar, dan ternyata totalnya cuman sekitar 50rb, Harga
untuk mie Ongkloknya masih standrd sekitar Rp. 8000,-. Sedangkan satenya
Rp.2000/tusuk. Normal sich, dan karena satenya masih sisa banyak, dibungkusin
dech tuch sama yang punya warung, tapi dijalan akhirnya aku buang juga…hahaaa..
Sekitar pukul sembilan malam aku sudah menyiapkan diri untuk tidur, selain
capek..hawa dingin juga membuatku merasa mengantuk.
Sunrise Di Puncak Bukit Sikunir |
Sebelum tidur, ibu Kost sudah berpesan kalau ingin liat Sunrise harus
berangkat jam empat pagi, Beliau pun memberikan peta buatannya juga sebagai
petunjuk arah. Sekitar pukul tiga pagi aku sudah terjaga, kebetulan Inter Milan
maen dijam-jam tersebut, karena ngga bisa tidur lagi, aku pun memilih terjaga
sambil browsing2 (Jaringan internetnya tetep lancar oiiiii………… sippp dach).
Pukul setengah Empat Ibu Kost sudah membangunkan kami-kami untuk siap-siap,
Brrrr…sungguh dingin sekali, awalnya aku dan koko berencana untuk mandi dulu,
tapi tidak jadi,, mikirnya ntr aja pulang dari Bukit Sikunir, setelah sholat
subuh, kami pun berangkat. Jaket, Kaos tangan, kaos kaki, Syal, Senter dan air
minum tak lupa kami bawa, tapi sebelumnya aku sempat memakai Salonpas untuk
menghangatkan telingaku..
Journey to the Sikunir pun dimulai, selain jalannya yang terjal,
berkelok kelok, gelap dan banyak lubang, jalannya juga naik turun dan sempet..hehee,
agak ngeri juga terlebih didepan dan dibelakangku mobil semua. Sesaat setelah
masuk papan nama “Welcom to Sembungan Village_Desa Tertinggi di Pulau Jawa”
kami harus membayar retribusi dulu sebesar Rp.4000/orang. Sampai diparkiran
Bukit Sikunir, wow… sudah buanyakkk banget mobil dan motor yang parkir disana.
Untuk menuju ke Bukit Sikunir, kami harus meniti jalan setapak yang menanjak,
berbatu dan licin. Dari parkiran sampai puncak kurang lebih 500-700 meter jarak
yang harus kami tempuh, disinilah senter sangat berguna sekali. Huft..kaki ku
sungguh terasa kaku, sesekali kami mesti istirahat untuk mengatur nafas yang
ngos-ngosan sambil meneguk air sedikit sedikit, sekitar kurang 200 meter,
kokoku tidak kuat dan memilih istirahat sejenak.. hehe, sayang dunk sampai di
Sikunir ngga bisa finish di puncak, akhirnya aku memutuskan untuk naik sendiri
(berasa kayak orang hilang diantara kerumunan manusia yang ngga ada satupun
yang aku kenal), hemmm..dengan niat dan semangat, akhirnya sampai juga aku diatas..
Busetttt.. udah kayak lauta manusia, buanyak banget yang berbondong-bondong
sekedar ingin melihat Sunrise. Berhubung aku alone diatas.. dengan sangat super
pede, aku meminta bantuan beberapa orang yang berada didekatku untuk
mengambilkan fotoku…wkwkkk !!! sumpeh narsis dan pede poul…, merasa matahari
sudah mulai cerah, aku memutuskan turun, dan bertemu koko ku dibagian datar
dibawah puncak bukit.
Telaga Cebong |
Kami pun turun dan menuju ke Telaga Cebong yang ada
dikaki bukit Sikunir, sungguh indah banget dech pemandangannya. Biasanya telaga
ini ramai dikunjungi orang-orang yang Hoby memancing, bahkan ada beberapa tenda
camp yang nangkring di pinggir telaga. Sekedar berfoto ria, kami pun
melanjutkan perjalanan. Karena menurut kami terlalu memakan waktu jika harus
bolak balik ke Kost, kami memutuskan langsung saja menuju obyek wisata lain
(artinya… kami bergaya sebelum mandi 2 pagi.. ups, mandi sore juga kayaknya..
wkwkk).
Telaga Warna |
Tujuan selanjutnya kami menuju ke telaga Warna dan Telaga Pangilon
yang berada di satu Lokasi, setelah parkir, kami masuk ke Telaga dengan
membayar retribusi Rp, 2000/orang (murah ya???), dan kami tak perlu berjalan
jauh karena telaga sudah berada beberapa meter didepan pintu loket dan kami
sudah langsung disambut Telaga Warna yang memang nampak memiliki dua warna
berbeda, nampak benng dan hijau, bau aroma belerang pun cukup menyengat
disekitar Telaga Warna. Tempat khas di telaga itu adalah adanya pohon yang
tumbang dan mengarah ke Telaga dan dibiarkan begitu saja sehingga nampak
eksotis…wkwkk.
Telaga Pangilon |
Dari arah telaga Warna, kami tinggal berjalan lurus menuju ke
Telaga Pangilon, karena saat itu masih sekitar pukul setengah delapan, suasana
Telaga masih cukup sepi dan masih bisa bebas mengexpresikan diri. Telaga
Pangilon sebenarnya bukan telaga yang berair bening, justru airnya coklat
keruh, namun memang dari kejauhan nampak berkaca kaca seperti cermin.
Tidak
berapa lama, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke obyek berikutnya, Kawah
Sikidang. Kawah ini berada di Kabupaten Banjarnegara dan merupakan kawah yang paling
terkenal, selain paling mudah dijangkau, Kawah ini terkenal karena lubang
keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari
karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya
berpindah-pindah seperti kijang (Kidang). Untuk retribusi Ke Kawah Sikidang ini
kami harus merogoh kocek Rp. 10.000/orang yang ternyata sudah termasuk tiket
masuk ke Komplek Candi Arjuna. Menuju ke parkiran Kawah Sikidang, aroma
Belerang semakin menyengat dan sangat sangat tidak enak.. banyak ibu-ibu
menjajakan masker kesehatan, namun kami memilih memakai slayer saja sebagai
penutup mulut dan hidung. Jalan menuju ke mulut kawah juga tidak terlalu jauh,
disekitar aliran kawah nampak tanahnya kering dan berwarna putih keabu-abuan,
selain itu vegetasi apapuj juga nampak tak bisa hidup disekitar tanah bekas
aliran kawah, sehingga terlihat seperti gurun yang tandus.
Mendekat mulut kawah
aroma semakin menyengat, bibir kawah dibatasi dengan pagar kayu untuk
menghindari pengunjung mendekat ke mulut kawahnya. Nampak air berwarna coklat
mendidih dan mengeluarkan gas berwarna putih, nampak didekat kawah Sikidang
terdapat sebuah pabrik pengolahan belerang. Tidak berapa lama kami memutuskan
untuk kembali melanjutkan perjalanan, sekedar tahu dan mendapatkan kenang-kenangan
foto sudah sangat memuaskan buat aku..ahahaaaa, dan lokasi terakhir yang kami
tuju adalah Candi Arjuna. Disana kami tidak perlu membayar tiket lagi, tinggal
memberikan tiket dari kawah tadi (untung ngga aku buang).
Komplek Candi Arjuna |
Untuk menuju ke
komplek Candi, kami harus berjalan sekitar 300 meter. Komplek Candi Arjuna
terdiri dari beberapa candi kecil, diantara candi Bima, Sembodro, Srikandi,
Setyaki, dll. Sesuatu hal yang menjadi khas di Candi itu adalah, adanya
rombongan penari yang berdandan seperti reog, mereka tidak sepenuhnya menari
hanya nampang di depan Candi Arjuna dan melayani para wisatawan yang berniat
berfoto bersama dengan dibandrol tarif Rp. 5000,-/sekali foto atau Rp.
10.000,-/2x foto dengan kamera sendiri. Berhubung udah sampai di Candi Arjuna,
sayang rasanya kalau ngga ikut foto sekalian, aku pun kemudian nampang bersama
para penari-penari yang notabene cowok2 itu, sedangkan Kokoku puas dengan
memotret saja (huft..kadang sebel juga, alergi amat sich sama kamera..hee). Puas
berkeliling disekitar candi, kami pun pulang dan kembali menuju ke penginapan
untuk segera mandi dan pulanggggggggggggggg….
Pohon Buah Carica |
Pukul sepuluh kurang lima belas menit kami keluar dari penginapan, dan
pulang menuju jalur tembusan ke Temanggung melewati perkebunan The Tambi. Jalannya
sempit dan lagi-lagi naik turun, sampai ditengah perjalanan (masih sekitar 17
km menuju Temanggung), tiba-tiba ban depan Scorpy koko kempes, untungnya pas
disekitar pemukiman penduduk dan kami tak perlu jauh-jauh menuntun motor hingga
tempat tambal ban. Berhubung Koko cerdasku sudah menyiapkan cadangan ban dalam,
kami ngga perlu menunggu menamba, tinggal ganti ban saja dengan ban baru, 10
menit pun kelar, dan kami melanjutkan perjalanan kembali hingga sampailah di
pusat kota Temanggung, kami mampir dulu di Warung Makan Padang karena sedari
pagi belum sarapan, kemudian menuju ke toko oleh-oleh sekedar mencari manisan
Carica yang super khas (sayang cuman beli 2 botol, @Rp. 11.500,-… ternyata enak
dan pingin lagi).
Rekap Perjalanan |
Kunjungan terakhir sudah terlaksna, dan saatnya mengencangkan ransel
untuk bersiap berjalan diatas dua roda menuju ke haribaan negeri Boyolali
(halah…..), eh sekitar pukul 12.45 kami masih mampir sholat dulu dink di entah
daerah mana karena aku agak mengantuk sepanjang perjalanan. Kami pulang kembali
mengambil rute Banyubiru menuju Salatiga lalu Ampel, dan Boyolali kota. Pukul
14.20 kami sudah sampai di Istana Tercinta… Huffff, capek dan terasa panasss
sekali… Sebelum beranjak untuk istirahat… aku memilih menata dan memisahkan
pakaian-pakaian kotor terlebih dahulu. Akhirnya,,, sampai rumah juga dengan
selamat… dan kembali bersiap menanti race MotoGP Valencia penentuan gelar Juara
Dunia 2013 (dannn…………..capek pun hilang setelah Marc Marquez dinobatkan jadi
sang juara… hheee).
Sampai jumpaaaaaaa lagi
No comments:
Post a Comment