Wednesday, November 13, 2013

Jejak Petualang : Dieng, Layaknya Negeri Khayangan



Hasrat untuk memanjakan mata melihat keindahan alam semakin tak terbendung lagi, seperti yang sebelumnya sempat aku tuliskan kalau akhir-akhir ini keinginan untuk berpetualang rasanya sedang berada pada taraf yang cukup besar. Setelah sebelumnya mencari tempat-tempat sebagai target kunjungan, akhirnya pilihan pertama jatuh di daerah Wonosobo-Banjarnegara, di obyek wisata alam Dataran Tinggi Dieng. Rencana ingin segera saja kesana, namun berhubung masih banyak acara termasuk “njagong”, aku dan koko pun baru bisa berangkat pada tanggal 9 November 2013 kemarin.
Kami berencana berangkat Sabtu siang (sepulang aku kerja tentunya) dan mencari penginapan didekat Dieng, berharap minggu pagi bisa menikmati sunrise. Sebelum berangkat aku sudah mempersiapkan perlengkapan yang mesti kami bawa, diantaranya pakaian ganti dan make up tentunya (secara cewek gitu lho), jaket, syal (karena disana tuch dingin banget), kaos tangan+kaos kaki, obat pribadi, senter, sendal gunung, charger HP, Kamera, Dompet+uangnya tentu saja, Buku Nikah, kartu identitas, Minuman dan makanan ringan. Akhirnya sekitar pukul 13.20 koko Bear sudah menjemputku dikantor dan kami siap berangkat mengendarai Scorpy merah hitam melaju diatas roda dua ditengah-tengah terik matahari yang menyengat… heheee.
Kami dari Boyolali memilih jalur melewati Ampel menuju ke Salatiga hingga sampai di pertigaan Ring Road, sambil melihat papan petunjuk arah, kami terus melajukan sepeda, kemudian kami mengambil jalur ke arah Ambarawa melewati Banyubiru sampai bertemu dengan simpang empat yang menuju ke arah Jogja, Semarang dan Magelang. Kami pun mengambil jalur ke arah Magelang. Sampai di Magelang, waktu sudah menunjukkan sekitar pukul 15.00, jalannya cukup padat merayap dan sangat macet sekali. Kami kemudian memilih jalur alternatif menuju Temanggung, diperjalanan ini kami menyempatkan diri untuk rehat sembari Sholat Ashar terlebih dahulu di salah satu Mushola dipinggir jalan, selesai Sholat kami melanjutkan perjalanan lagi, Sekiranya waktu tempuh sampai Temanggung adalah sekitar 40 menit lagi.. Huaaaaaduhh ! Pantat ini rasanya udah kayak jadi sambel, pedes nya minta ampun, mana aku masih gendong tas rangsel yang cukup berat,,,hehehe.. tapi tetep seru dan ngga nyesel dech meski harus berpegel-pegel ria. Setelah sampai di Temanggung, kami mengikuti petunjuk arah ke Wonosobo (kayaknya sich ada jalur alternatif dari Temanggung langsung ke Dieng, tapi ngga dapat peta jalurnya, so milih muter jalur lewat Wonosobo). Menuju ke Wonosobo, sekitar pukul 16.30 kami melewati jalur ringan dimana kanan kiri penuh pemandangan alam yang diberikan oleh Gunung Sindoro dan Sumbing (sayangnya waktu itu ngga kepikiran buat ngeluarin kamera dan jepret-jepret sambil jalan), selain itu..kanan kiri jalan banyak sekali lahan pertanian yang umumnya ditanami sayuran (pertanian, aku banget nich harusnya), salah satu hal yang sedikit aneh adalah ketika melintas didekat mushola, aku benar-benar mendengar ada suara adzan, bahkan di dua mushola berbeda, sekali lagi aku cek jam ditanganku, masih 16.30, so ini adzan untuk sholat apa ya?? Pertanyaanku dan rasa penasaranku tetap tak terjawab karena ngga sempet tanya tanya (tapi menurutku kayaknya sudah jadi tradisi ditempat itu, mungkin sebagai tanda peringatan para petani kalau sudah pukul 16.30, waktunya mereka menyelesaikan pekerjakan di lahan dan pulang kemudian menunaikan Sholat Ashar.. kayaknya sich gitu..soalnya di daerah Karanggede Boyolali juga sempat denger sholat Dhuhur itu adzannya 2z).  Kembali keperjalanan kami, kami terus mengikuti papan petunjuk arah, hingga sampailah kami di Wonosobo kota, ternyata masuk ke Wonosobo kami harus mengitari jalur kota dahulu karena dibuat satu arah, dari Wobosobo kami terus naik menuju ke dataran tinggi Dieng.  Aku fikir jaraknya ngga terlalu jauh, tapi wow..ternyata kami mesti menempuk sekitar 12 km lagi untuk sampai di Dieng (tapi rasanya lebih dech). Kanan kiri jalan dipenuhi dengan lahan pertanian sayuran dan yang paling banyak adalah kentang, ada juga pohon Carica, yaitu pohon buah sejenis Pepaya, namun buahnya kecil-kecil dan merupakan vegetasi khas di daerah Dieng, makanya disana terkenal dengan manisan Carica.
Sekitar pukul 17.15 aku belum juga melihat gapura Selamat Datang Dieng yang sering jadi obyek foto para wisatawan itu, kami masih terus mengikuti jalan menanjak berkelok kelok dalam kondisi yang semakin dingin, dan akhirnya sampailah kami di pertigaan menuju obyek Wisata Dieng. Kami memilih tikungan ke kiri dan mencari penginapan, tapi masih bingung mau milih yang mana, kami terus mengitari wilayah tersebut, dan menemukan obyek Telaga Warna, Papan nama Komplek candi Arjuna, Kawah Sikidang, dan Dieng Plateu, namun aku pingin mencari lokasi Bukit Sikunir yang terkenal dengan sunrise nya, tapi ternyata ngga ketemu, akhirnya kami pun memutuskan mencari penginapan.. Huft, karena weekend, homestay sudah penuh semua, kebanyakan yang datang itu rombongan jadi pada booking duluan, untung akhirnya dapet penginapan yang masih kosong juga meskipun sudah ada beberapa rombongan anak kuliahan yang singgah disana, ehh ternyata homestay tempat aku menginap pernah dipakai Shooting FTV yang dibintangi Rio Dewanto..hehe. Oya sekedar info, Dataran tinggi Dieng ini terbagi menjadi dua wilayah yaitu Wonosobo dan Banjarnegara, nah untuk lokasi Kawah Sikidang serta Candi Arjuna (termasuk tempat penginapankua) masuk wilayah Banjarnegara, sedangkan untuk Telaga Warna dan Bukit Sikunir masuk di Wonosobo.
Makanan Khas Dieng, Manisan Carica dan Mie Ongklok
Well, lanjutkan storynya keburu sore…hehee, Setelah dapat kamar, kami pun langsung Sholat dan cari makan.. hehe, berhubung udara sangat dingin dan air juga seperti salju mencair, aku sama koko memutuskan untuk tidak mandi sajooo, haha. Karena tidak disediakan makanan di homestay, kami pun keluar mencari makan, baru sekitar pukul tujuh, tapi suasana sudah sepi dan gelap, warung yang direkomendasikan ibu Kost  juga sudah tutup, akhirnya aku memilih Rumah Makan yang menyediakan nasi sama Mie Ongklok juga, mie Khas Dieng, katanya kalau belum makan Mie Ongklok, belum afdol,, akhirnya aku pun mencobanya, satu porsi Mie ternyata berpasangan dengan Sate, awalnya aku pikir sate ayam, tapi ternyata sate Kambing, komentar ku adalah.. cukup mengecewakan,, entah aku salah pilih warung atau emang aku yang ngga sreg sama makanannya, Mie Ongklok itu terasa aneh dilidahku dengan kuah yang kental gurih-manis sedangkan satenya terasa masam, bahkan koko melarangku untuk makan takut kalau sudah basi. Giliran mau bayar, Koko sempat mengintip nota yang totalnya nyaris 150rb.. hehe, jujur nyaliku jadi ciut waktu mau bayar bukan soal nominalnya, tapi lebih pada rasa menyesal ternyata harga untuk sebuah pengalaman terasa sangat mahal, secara makanannya kurang berkenan dilidahku.. dari pada berlama-lama, akhirnya aku putuskan untuk membayar, dan ternyata totalnya cuman sekitar 50rb, Harga untuk mie Ongkloknya masih standrd sekitar Rp. 8000,-. Sedangkan satenya Rp.2000/tusuk. Normal sich, dan karena satenya masih sisa banyak, dibungkusin dech tuch sama yang punya warung, tapi dijalan akhirnya aku buang juga…hahaaa.. Sekitar pukul sembilan malam aku sudah menyiapkan diri untuk tidur, selain capek..hawa dingin juga membuatku merasa mengantuk.
Sunrise Di Puncak Bukit Sikunir
Sebelum tidur, ibu Kost sudah berpesan kalau ingin liat Sunrise harus berangkat jam empat pagi, Beliau pun memberikan peta buatannya juga sebagai petunjuk arah. Sekitar pukul tiga pagi aku sudah terjaga, kebetulan Inter Milan maen dijam-jam tersebut, karena ngga bisa tidur lagi, aku pun memilih terjaga sambil browsing2 (Jaringan internetnya tetep lancar oiiiii………… sippp dach). Pukul setengah Empat Ibu Kost sudah membangunkan kami-kami untuk siap-siap, Brrrr…sungguh dingin sekali, awalnya aku dan koko berencana untuk mandi dulu, tapi tidak jadi,, mikirnya ntr aja pulang dari Bukit Sikunir, setelah sholat subuh, kami pun berangkat. Jaket, Kaos tangan, kaos kaki, Syal, Senter dan air minum tak lupa kami bawa, tapi sebelumnya aku sempat memakai Salonpas untuk menghangatkan telingaku..
Journey to the Sikunir pun dimulai, selain jalannya yang terjal, berkelok kelok, gelap dan banyak lubang, jalannya juga naik turun dan sempet..hehee, agak ngeri juga terlebih didepan dan dibelakangku mobil semua. Sesaat setelah masuk papan nama “Welcom to Sembungan Village_Desa Tertinggi di Pulau Jawa” kami harus membayar retribusi dulu sebesar Rp.4000/orang. Sampai diparkiran Bukit Sikunir, wow… sudah buanyakkk banget mobil dan motor yang parkir disana. Untuk menuju ke Bukit Sikunir, kami harus meniti jalan setapak yang menanjak, berbatu dan licin. Dari parkiran sampai puncak kurang lebih 500-700 meter jarak yang harus kami tempuh, disinilah senter sangat berguna sekali. Huft..kaki ku sungguh terasa kaku, sesekali kami mesti istirahat untuk mengatur nafas yang ngos-ngosan sambil meneguk air sedikit sedikit, sekitar kurang 200 meter, kokoku tidak kuat dan memilih istirahat sejenak.. hehe, sayang dunk sampai di Sikunir ngga bisa finish di puncak, akhirnya aku memutuskan untuk naik sendiri (berasa kayak orang hilang diantara kerumunan manusia yang ngga ada satupun yang aku kenal), hemmm..dengan niat dan semangat, akhirnya sampai juga aku diatas.. Busetttt.. udah kayak lauta manusia, buanyak banget yang berbondong-bondong sekedar ingin melihat Sunrise. Berhubung aku alone diatas.. dengan sangat super pede, aku meminta bantuan beberapa orang yang berada didekatku untuk mengambilkan fotoku…wkwkkk !!! sumpeh narsis dan pede poul…, merasa matahari sudah mulai cerah, aku memutuskan turun, dan bertemu koko ku dibagian datar dibawah puncak bukit. 
Telaga Cebong

Kami pun turun dan menuju ke Telaga Cebong yang ada dikaki bukit Sikunir, sungguh indah banget dech pemandangannya. Biasanya telaga ini ramai dikunjungi orang-orang yang Hoby memancing, bahkan ada beberapa tenda camp yang nangkring di pinggir telaga. Sekedar berfoto ria, kami pun melanjutkan perjalanan. Karena menurut kami terlalu memakan waktu jika harus bolak balik ke Kost, kami memutuskan langsung saja menuju obyek wisata lain (artinya… kami bergaya sebelum mandi 2 pagi.. ups, mandi sore juga kayaknya.. wkwkk).
Telaga Warna
Tujuan selanjutnya kami menuju ke telaga Warna dan Telaga Pangilon yang berada di satu Lokasi, setelah parkir, kami masuk ke Telaga dengan membayar retribusi Rp, 2000/orang (murah ya???), dan kami tak perlu berjalan jauh karena telaga sudah berada beberapa meter didepan pintu loket dan kami sudah langsung disambut Telaga Warna yang memang nampak memiliki dua warna berbeda, nampak benng dan hijau, bau aroma belerang pun cukup menyengat disekitar Telaga Warna. Tempat khas di telaga itu adalah adanya pohon yang tumbang dan mengarah ke Telaga dan dibiarkan begitu saja sehingga nampak eksotis…wkwkk.
Telaga Pangilon
Dari arah telaga Warna, kami tinggal berjalan lurus menuju ke Telaga Pangilon, karena saat itu masih sekitar pukul setengah delapan, suasana Telaga masih cukup sepi dan masih bisa bebas mengexpresikan diri. Telaga Pangilon sebenarnya bukan telaga yang berair bening, justru airnya coklat keruh, namun memang dari kejauhan nampak berkaca kaca seperti cermin. 
Tidak berapa lama, kami pun melanjutkan perjalanan menuju ke obyek berikutnya, Kawah Sikidang. Kawah ini berada di Kabupaten Banjarnegara dan merupakan kawah yang paling terkenal, selain paling mudah dijangkau, Kawah ini terkenal karena lubang keluarnya gas selalu berpindah-pindah di dalam suatu kawasan luas. Dari karakter inilah namanya berasal karena penduduk setempat melihatnya berpindah-pindah seperti kijang (Kidang). Untuk retribusi Ke Kawah Sikidang ini kami harus merogoh kocek Rp. 10.000/orang yang ternyata sudah termasuk tiket masuk ke Komplek Candi Arjuna. Menuju ke parkiran Kawah Sikidang, aroma Belerang semakin menyengat dan sangat sangat tidak enak.. banyak ibu-ibu menjajakan masker kesehatan, namun kami memilih memakai slayer saja sebagai penutup mulut dan hidung. Jalan menuju ke mulut kawah juga tidak terlalu jauh, disekitar aliran kawah nampak tanahnya kering dan berwarna putih keabu-abuan, selain itu vegetasi apapuj juga nampak tak bisa hidup disekitar tanah bekas aliran kawah, sehingga terlihat seperti gurun yang tandus. 
Mendekat mulut kawah aroma semakin menyengat, bibir kawah dibatasi dengan pagar kayu untuk menghindari pengunjung mendekat ke mulut kawahnya. Nampak air berwarna coklat mendidih dan mengeluarkan gas berwarna putih, nampak didekat kawah Sikidang terdapat sebuah pabrik pengolahan belerang. Tidak berapa lama kami memutuskan untuk kembali melanjutkan perjalanan, sekedar tahu dan mendapatkan kenang-kenangan foto sudah sangat memuaskan buat aku..ahahaaaa, dan lokasi terakhir yang kami tuju adalah Candi Arjuna. Disana kami tidak perlu membayar tiket lagi, tinggal memberikan tiket dari kawah tadi (untung ngga aku buang). 
Komplek Candi Arjuna
Untuk menuju ke komplek Candi, kami harus berjalan sekitar 300 meter. Komplek Candi Arjuna terdiri dari beberapa candi kecil, diantara candi Bima, Sembodro, Srikandi, Setyaki, dll. Sesuatu hal yang menjadi khas di Candi itu adalah, adanya rombongan penari yang berdandan seperti reog, mereka tidak sepenuhnya menari hanya nampang di depan Candi Arjuna dan melayani para wisatawan yang berniat berfoto bersama dengan dibandrol tarif Rp. 5000,-/sekali foto atau Rp. 10.000,-/2x foto dengan kamera sendiri. Berhubung udah sampai di Candi Arjuna, sayang rasanya kalau ngga ikut foto sekalian, aku pun kemudian nampang bersama para penari-penari yang notabene cowok2 itu, sedangkan Kokoku puas dengan memotret saja (huft..kadang sebel juga, alergi amat sich sama kamera..hee). Puas berkeliling disekitar candi, kami pun pulang dan kembali menuju ke penginapan untuk segera mandi dan pulanggggggggggggggg….
Pohon Buah Carica
Pukul sepuluh kurang lima belas menit kami keluar dari penginapan, dan pulang menuju jalur tembusan ke Temanggung melewati perkebunan The Tambi. Jalannya sempit dan lagi-lagi naik turun, sampai ditengah perjalanan (masih sekitar 17 km menuju Temanggung), tiba-tiba ban depan Scorpy koko kempes, untungnya pas disekitar pemukiman penduduk dan kami tak perlu jauh-jauh menuntun motor hingga tempat tambal ban. Berhubung Koko cerdasku sudah menyiapkan cadangan ban dalam, kami ngga perlu menunggu menamba, tinggal ganti ban saja dengan ban baru, 10 menit pun kelar, dan kami melanjutkan perjalanan kembali hingga sampailah di pusat kota Temanggung, kami mampir dulu di Warung Makan Padang karena sedari pagi belum sarapan, kemudian menuju ke toko oleh-oleh sekedar mencari manisan Carica yang super khas (sayang cuman beli 2 botol, @Rp. 11.500,-… ternyata enak dan pingin lagi).
Rekap Perjalanan
Kunjungan terakhir sudah terlaksna, dan saatnya mengencangkan ransel untuk bersiap berjalan diatas dua roda menuju ke haribaan negeri Boyolali (halah…..), eh sekitar pukul 12.45 kami masih mampir sholat dulu dink di entah daerah mana karena aku agak mengantuk sepanjang perjalanan. Kami pulang kembali mengambil rute Banyubiru menuju Salatiga lalu Ampel, dan Boyolali kota. Pukul 14.20 kami sudah sampai di Istana Tercinta… Huffff, capek dan terasa panasss sekali… Sebelum beranjak untuk istirahat… aku memilih menata dan memisahkan pakaian-pakaian kotor terlebih dahulu. Akhirnya,,, sampai rumah juga dengan selamat… dan kembali bersiap menanti race MotoGP Valencia penentuan gelar Juara Dunia 2013 (dannn…………..capek pun hilang setelah Marc Marquez dinobatkan jadi sang juara… hheee).

Sampai jumpaaaaaaa lagi

No comments:

Post a Comment