Ku lirik jam yang
menempel di tangan kiriku, “Busetttt….” Umpatku setelah sadar waktu lima menit
tak-kan cukup untuk mengantarku ke ruang kelas kalau langkahku tetap santai
seperti ini. Kupercepat langkah kakiku dan kemudian aku memutuskan untuk
mengambil langkah seribu.
“Loe habis dikejar-kejar
anjing ya Ning?” usik salah satu temenku ketika aku dengan cepatnya menerobos
pintu dan duduk di kursi pertama yang kulihat masih kosong.
“Gilaaaaa…..gue
dikejar-kejar sama setan” jawabku asal
“Huh..gak masuk akal,
pagi-pagi dah mulai ngibul. Gue sumpahin Loe bakal sial seharian” sahut temenku
lagi.
“Kagak usah Loe sumpahin,
gue udah sial Ken” “Eh, tapi Lumayan juga nech, dosennya belum masuk jadi gue
kagak telat and artinya gue kagak sial-sial amat” jawab ku enteng
“Sapa bilang kosong?
Perhatiin tuh di belakang kalau bukan Prof. Dr. Ir. Rukito, apa hantu yang
habis ngejar-ngejar Loe tadi?” sahut temenku lagi
Aku diam dan sedikit
nyengir ketakutan saat tatapan mata sang Dosan mulai mengarah ke tempat
dudukku.
“Kamu yang duduk disitu..
sudah terlambat masih rebut sendiri saja.. keluar saja sana!!”
Sambil
menahan malu gara-gara suara lantang dari pak Dosen, akhirnya aku pun bangkit
dari tempat dudukku dan keluar ruangan dengan sedikit dongkol.
***
Seusai kuliah pertama selesai, aku
duduk-duduk santai di taman kampus sambil tengak tengok sosok Raga berada,
akhirnya mata ku melihat manusia itu juga sedang berdiri di dekat pohon kamboja
yang sedang berbunga indah.
“Gila Loe ya Ga? Jadi orang brengsek banget
sih” omelku setelah keluar ruangan dan kulihat Raga, dengan tampang tak
berdosanya, duduk-duduk sembari menikmati sisa-sisa batang rokoknya.
“Apa-apa ini? Loe yang
gila kali. Tiba-tiba langsung nyolot kayak setan beranak gitu”
Ku redam amarahku untuk
sementara waktu. Namun menatap ekpresi wajah Raga yang tetap saja tak
berubah__masih sok suci, tanpa dosa__emosiku semakin memuncak.
“Raga,!!! Buang deh
tampang sok culun Loe itu. Kemana aja Loe semalem? Begadang? Maen PeEs sama
temen-temen kost Loe, trus kesiangan bangun? Gitu-kan alasan yang mau Loe
buat?”
“Bener Ning, bener__gue
kesiangan. Sorry banget”
“Yach…dan Loe lupain
tanggung jawab Loe dan dengan santainya melimpahkan tugas itu ke gue, Loe mau
tahu kelanjutanya. Gue telat masuk kuliah Ga, dan gue di usir keluear. Sekarang
gue gak mau peduli lagi sama apa yang Loe kerjain. Gak usah minta tolong lagi
sama gue. males Ga” omelku panjang lebar dan sesekali kulihat wajah Raga mulai
nampak merasa bersalah, namun perasaan ini sudah terlanjur memanas, akhirnya
kutinggalkan Raga dengan perasaan yang masih tetap dongkol.
“Masih dongkol sama Raga?
Gue jadi heran, biasanya Loe gak sesenewen ini kalau dah menyangkut masalah
dia. Bukannya dia sering nyusahin Loe, tapi Loe gak pernah gubris. Malah Loe kayaknya
happy banget. Ning, jangan bilang Loe dah gak naksir Raga lagi?”
“Naksir Raga?” tanyaku
sedikit menutupi perasaan sebenarnya “Naksir dari Hongkong?”
“Gak usah munafik. Loe
sendiri kan yang bilang betapa happy-nya waktu Loe tahu bisa jadi co-ass barengan
sama dia. Dua tahun Loe lalui semua itu, dan gue juga ikut seneng tiap kali
ngilat Loe sumringah karena bisa deket sama dia. Tapi kali ini agak
aneh?”
“Gue emang gak pernah
bisa bohongin Loe Ken” ucapku pada Niken dengan nada menyerah
“Gue lama-lama gak kuat
terus menerus berada di dekat Raga. Gue takut gak bisa mengendalikan perasaan
ini. Bisa bayangin gimana rasanya berada di dekat orang yang Loe suka tapi dia
sama sekali gak tahu perasaan itu? Nyeseg banget.. Raga tuch sama sekali ngga
peka”
“Kenapa Loe gak ungkapin
aja perasaan Loe itu!! Pa perlu bantuan gue?” cibir Niken temen yang paling
ngertiian aku di Kampus ini
“Eh eh, tuh pangeran
idaman Loe kayaknya bakal nagkring ke sini dech, mau minta maaf pasti. Mmm….gue
mau ke kantin dulu deh, takut ganggu!! see you chayang”
“Kemana Ken?” sapa suara
Raga yang terdengar tepat dibelakangku
“Cari minum ke kantin,
haus nich” “Ning… jangan menyerah yach” goda Niken sambil beralalu
Ku lihat wajah Raga dengan
seksama, sekian detik mata kami saling beradu di satu titik. Jantungku seolah berdetak seribu kali lebih
cepat dari biasanya, darah terasa mengalir ke seluruh tubuh begitu derasnya. ku
coba mengatur nafasku yang semakin tak karuan. Raga__cowok yang sudah cukup
lama bertahta dalam hatiku, dan selama ini aku begitu gembiranya tiap sesekali
bisa dekat dengan dia, walaupun dia tak pernah tahu apa yang ada jauh di dalam lubuk
hatiku, dan cowok itu kini duduk tepat di depanku, dekat_sangat dekat.
“Masih marah Ning? Sorry
banget!! Sebenarnya kemarin siang gue pulang kampung, ada urusan penting.
Sangat penting, jadi tadi gue sampai kampus agak kesiangan. Gue juga gak enak
sama Loe Ning, selama ini Loe selalu urus kerjaan gue, bahkan Loe gak pernah
ngeluh. Loe terlalu baik, tapi waktu Loe marah-marah tadi, gue nyadar__kesabaran
Loe ada batasnya. Tapi please, sekali ini maafin gue”
“Urusan penting?
Sepenting apa sampai Loe pertaruhkan tanggung jawab Loe. Gue lama-lama males
kalau Loe terus kayak gini. Kapan sich Loe ngertiin perasaan gue? Apa Loe terlalu
bodoh sampai gak nyadarin sesuatu. Loe pikir sikap gue ke Loe selama ini
tergolong wajar? Kapan sich Loe bisa melihat gak cuman pake mata, tapi juga
pakai hati” bentakku karena suasana hati belum kembali nyaman.
“Perasaan? Loe ngomongin
apa’an sich? Apa yang Loe bicarakan?”
Mendengar kata-kata Raga,
aku mulai tersadar dengan apa yang baru saja aku ucapkan. Ku coba ingat lagi,
kalau begini siapa yang sebenarnya bodoh. Aku sudah tak mampu berfikir panjang
dan gak ingin Raga bertanya yang macam-macam, cuman satu yang terpikir di
kepalaku, kabur.
“Loe mau kemana? Loe belum
denger alasan gue? Loe masih marah ya” cegah Raga sewaktu aku mulai bangkit
dari tempat duduk
“Sorry, Gue harus ke
toilet nich” kataku dengan suara agak bergetar namun langkah kakiku terhenti
ketika suara pembelaan Raga keluar dari mulutnya
“Cewek gue kecelakan
Ning, jadi Gue mesti pulang…..” Suara Raga begitu pelan masuk ke telingaku,
namun cukup menusuk di dalam hatiku. Aku merasa cukup beruntung dengan posisi
tetap membelakangi Raga, dengan kondisi ini Raga tak mampu melihat betapa
kacaunya ekspresi wajahku saat ini. Aku tetap berdiri mematung dalam hitungan
detik, mencoba meresapi rasa terkejutku dan meratapi kepedihan hatiku atas apa
yang baru saja ku dengar. Kesadaranku kembali saat pandanganku mulai
berkaca-kaca. Aku tak ingin Raga tahu aku menangis, akhirnya akupun melaju
menuju toilet, tempat yang sebenarnya tak benar-benar ingin aku kunjungi.
***
“Cinta Loe bertepuk
sebelah tangan?” komentar Niken beberapa hari setelah kejadian itu
“Gak cuman bertepuk
sebelah tangan, dia dah ada yang punya. Tapi kenapa aku ngga pernah tau hal itu
sebelumnya.. Gue deket sama Raga, tapi dia ngga pernah sekalipun cerita soal
ceweknya.. Bodoh banget gue sampai ngga pernah nyadarin itu semua” Sesal ku
Niken cuman bisa diam
seolah ikut merasakan luka patah hati yang begitu menyakitkanku. Sementara
waktu berlalue, dering nada sms hp ku membuyarkan keheningan kamar kost Niken.
“Siapa Ning?” tanya Niken
cukup penasaran kerena aku begitu salah tingkah setelah membaca sms yang baru saja aku terima itu.
“Eh… ah ngga,, n isms
ngga penting kok” jawabku agak terbata-taba
“Raga ya?” tebak Niken
Aksi diamku membuat Niken
semakin penasaran lalu seketika merebut hp dan membaca sms terakhir yang baru
saja aku dapat.
Ning, ada sesuatu yang
pingin gue bicarakan sama Loe. ada sesuatu yang ingin gue tau tentang Loe, dan ada sesuatu yang harus Loe tahu
tentang gue. gue tunggu di cafétaria biasa, jam 8 malam
“Loe harus dateng. Saran
gue__Loe harus dateng. Harus. Ini kesempatan emas buat Loe, penantian dua tahun
tuh gak sebentar, ingat__kesempatan belum tentu datang dua kali. Lusa dia
berangkat magang Sulawesi, Loe harus bicara sama dia. Jangan sampai menyesal”
“Percuma, apa masih perlu
gue ungkapin perasaan ini?”pikirku kemudian “Dia gak bakal peduli,dia tuh sudah
punya cewek lagipula ceweknya juga lagi sakit… Gue ini siapa?”
“Menurutmu kalau dia
sudah punya cewek dunia bakal kiamat?, selama janur kuning…”
“Ah, entahlah, gue mo
balik kost. Mmm…bakal gue pertimbangkan saran Loe. thanks” jawb ku sembari
berlalu dengan cepat. Jujur dalam keadaan galau begini aku kadang malas
mendengar saran dan saran dari orang lain.
***
Waktu seolah berjalan
begitu cepat, detik demi detik mengantar menuju menit berikutnya. Jam 8 masih
kurang 45 menit lagi, dan aku masih bimbang antara datang dan tidak. Segala
kemungkinan dan berbagai pikiran mulai berkecamuk dalam kepalaku. Ku lirik
pakaian yang sudah siap menanti untuk ku pakai, tapi aku masih enggan untuk
beranjak pergi dari khayalanku. Entah kenapa waktu tak berhenti untuk memberiku
kesempatan lebih lama lagi untuk berfikir. Apa yang harus aku pilih, bila aku
datang apa yang akan terjadi, tapi bila tidak datang__apa hal lain yang akan
terjadi?? Kegalauanku seolah meruntuhkan segala keberanianku. Tapi aku harus
memilih__yang terjadi, ya terjadilah.
Benar atau tidak,
kenyataannya aku memilih tetap berada di kamar kostku dan membiarkan pukul 8
malam berlalu tanpa sesuatu yang berarti. Mungkin ini jalan yang
terbaik__percuma juga bila aku memilih untuk datang. Aku yakin Raga masih
berfikir kalau aku marah sama dia dan dia cuma
mo minta dan mulai beralasan macam-macam, tentang kekasihnya tentu_yang
pasti akan terdengar begitu menyakitkan buatku. Hampir jam 9 malam, hatiku
masih tetap kacau. Ku baca lagi sms terakhir Raga, sekali-dua kali-berkali-kali
sampai akhirnya ada kalimat Raga yang menarik perhatianku “ada sesuatu yang
ingin gue tau tentang Loe”. tanpa
pikir panjang ku samber jaket dan melaju menuju café, sayangnya_sosok raga
sudah tak nampak lagi disana. Dia sudah pergi__
Keesokan harinya-pun tak lagi
ku jumpai Raga di kampus. Bahkan dia sudah tak lagi menghubungi aku untuk
sekedar pamitan atau say goodbye.
“Raga lagi pulang kampong
kali, persiapan buat merantau. Dia-kan besukkan ke Sulawesi” kata Rois, temen
dekat Raga.
“Ah, paling juga melepas
rindu sama ceweknya” komentarku pelan.
“Apa? Cewek?? Cewek yang
mana? Cepat kali tuch orang gaet cewek lagi, baru juga Metta meninggal dunia..
udah dapet gantinya. Nasib nasib.. kalau mujur yach mujur terus,, gue dari
jaman orok sampai sekarang..masih ngejomblo aja”
“Duarrrrrrr” Sumpah mati
aku gak tahu harus berbuat apa. Seketika serasa tubuh ini diterjang badai.
Mungkinkah ini yang ingin Raga ceritakan semalam.
“Raga !!!..Gue pikir Loe gak bakal datang
nemuin aku lagi??” Tanya ku agak terkejut saat Raga tiba-tiba dating ke kostku
pagi-pagi buta.
“Gue belum kelar kasih
penjelasan sama Loe waktu itu” “Tapi
sebelumnya, ada sesuatu yang mengusik hati gue. Kata-kata Loe saat itu, apa
yang gue gak ngerti tentang perasan Loe, sesuatu yang selama ini gak pernah gue
sadar. Dan benar_gue emang bodoh, gue gak pernah nyadarin ada perasan indah
yang Loe sembunyikan di balik hati lembutmu”
“Sudahlah… waktu itu gue
nglantur kok. Bukan sesuatu yang penting”
Aku mencoba mengelak dan
menyembunyikan perasaan ku itu, berlagak menutupi perasaan hatiku.
“Metta, cewek gue_
Dia…meninggal dalam kecelakan itu. Masih terasa penyesalan kenapa aku tidak ada
disaat dia menghembuskan nafas terakhirnya” ungkap Raga
“Rois udah cerita sama
Gue kemarin, Sory Ga.. gue ngga tau. Gue ikut berduka cita”
“Loe ngga salah Ning,
cumin gue aja yang belum siap untuk cerita”
“Ning.. Jam 9 gue
berangkat, gue mau kamu ikut ngantar gue ke Bandara. Loe mau ikut kan?” ajak
Raga.
“Hemmm… oke Ga.. ntr gue
sama Niken pasti ngantar loe kok. Gue janji” jawab ku ringan
***
Ku tatap wajah Raga dari
kejauhan, setengah tahun aku ngga bakal bisa liat wajah dia lagi secara
langsung. Cinta memang kadang datang tak pernah tepat pada waktunya.
“Ning,, kesana yuk.. tuch
Pesawat raga udah mau berangkat. Kita perpisahan dulu lah sebentar” ajak Rois
agak memakasa.
Akhirnya datanglah waktu
berpelukan dan saling mengucap doa untuk kesuksesan masing-masing. Saat itu
pula Raga menarik tubuhku untuk ia dekap dengan kencang, dan ia bisikkan
beberapa kata di telinggaku. “Ning, aku suka coretanmu di buku catatanku” ucap
Raga memuat aku tersentak dan melepaskan pelukannya. Tanpa rasa malu, Raga
melanjutkan kata-katanya.
“Enam bulan lagi, Gue
ingin Loe jemput Gue disini..sebagai kekasih Gue. Loe mau kan? Tawar Raga yang
seketika membuat nafasku terhenti berhembus.
“Gue serius Ning.. Gue
tau Loe suka Gue sejak baca coretan kecil yang kamu tinggalkan di buku ku dulu.
Aku harus bisa membuka lembaran baru, menjadikan Metta sebagai kenangan indah
masa laluku dan menerimamu untuk hadir menjadi masa depanku” kata aga
menegaskan sambil mnyelipkan secarik kertas kedalam genggamanku.
“Gue pasti bakal nunggu
Loe datang Ga,, pasti” Jawabku mantap walau masih tak percaya dengan kata-kata
Raga barusan.
Raga pun kemudian berlalu
dengan melambaikan tanggannya kepadaku, namun sekalipun Raga berlalu dari
pandangannku, ia akan tetap ada di hatiku. Ku tatap pesawat yang ditumpangi
Raga perlahan mulai menghilang diujung langit, kubuka genggaman tanganku,
secarik kertas dari Raga mengingatkanku pada coretan kecil yang aku tinggalkan
disalah satu lembarnya ketika aku pinjam buku Raga beberapa waktu silam
Selama apapun aku menantimu untuk tahu isi
hatiku…
Selama itu pula aku mungkin hatimu tak
pernah untukku.
Tak apa aku hanya bisa melihat senyummu
dikala bahagiamu, atau menghapus air matamu saat
datang dukaku.. Meskipun Raga itu tak pernah jadi milikku…
(Boyolali,
26Maret 2013)
*sekian*
No comments:
Post a Comment